Bank RI Bukan Bank Investasi, Dilarang Jual Saham & Komoditas
Jakarta, CNBC Indonesia - Kegiatan perbankan di Indonesia diatur sangat ketat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Karena mengelola dana masyarakat, perbankan di Indonesia tidak boleh sewenang-wenang dalam menjalankan bisnisnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan bank di Indonesia yang bentuknya adalah bank komersial, yang dalam UU tidak diperbolehkan ikut memperdagangkan produk investasi berupa saham dan komoditas.
Wimboh menjelaskan, bentuk bank komersial yang ada di Indonesia saat ini, bisnisnya mengumpulkan dana jangka pendek dari masyarakat dalam bentuk tabungan maupun deposito. Jadi apabila bisnis bank itu adalah berinvestasi di saham atau komoditas, risikonya tinggi. Apabila saat harga saham atau komoditas jatuh, dikhawatirkan bank tidak bisa mengembalikan dana yang akan ditarik oleh nasabahnya sewaktu-waktu.
"OJK mengatur lembaga keuangan. Jadi mengatur kelembagaannya, perizinan, dan juga pencabutan izin. Selama diberikan izin, maka bank harus menaati aturan prudential," ujar Wimboh kepada CNBC Indonesia, Minggu (20/2/2022).
Karena aturan yang ketat demi menjaga pengelolaan dana masyarakat yang disimpan di bank, maka perbankan di Indonesia juga tidak diperbolehkan berdagang dan memfasilitasi transaksi mata uang kripto yang saat ini tengah ramai.
"Soal kripto, dalam UU perbankan disebut dalam pasal 6 huruf n, bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kripto itu tidak lazim dalam undang-undang ini," papar Wimboh.
Dia mengatakan, Indonesia belum memiliki bank investasi yang boleh memperdagangkan produk-produk investasi. Namun bank investasi ini tidak boleh mengambil dana jangka pendek seperti tabungan, deposito, dan giro. "Bank investasi di Indonesia belum ada," kata Wimboh.
Bank investasi ini boleh melakukan transaksi saham atau komoditas, karena dana yang dikelolanya bersifat jangka menengah dan panjang. Sehingga apabila harga saham atau komoditas tengah jatuh, bank masih bisa mengelola ketersediaan dananya.
Prinsip kehati-hatian diperlukan dalam operasional bisnis perbankan di dalam negeri. Karena dana nasabah harus dikelola dengan benar, dan tidak menimbulkan kerugian bagi nasabah yang akhirnya menimbulkan masalah dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank.
"OJK tidak pernah dan tidak akan mengatur Crypto Currency dan Crypto Asset. OJK, sebagaimana UU Nomor 21 tahun 2011, diberi kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan melindungi nasabah sektor jasa keuangan. Berdasar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 6, Crypto dalam bentuk apapun tidak dalam list yang diperkenankan untuk ditransaksikan oleh bank di Indonesia sehingga dilarang," tegas Wimboh.
(wed/wed)