Amerika Serikat - Rusia Panas, Rupiah Kena Imbas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 February 2022 09:12
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menghentikan penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin. Bahkan, nilai tukar rupiah malah jeblok dan berlanjut pada perdagangan Jumat (18/2).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.315/US$. Tetapi tidak lama rupiah masuk ke zona merah, melemah tipis 0,03% di Rp 14.320/US$ pada pukul 9:05 WIB. 

Isu kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) masih menjadi perhatian. Presiden The Fed St. Louis, James Bullard kemarin sekali lagi menegaskan perlu tindakan yang cepat agar mampu mengendalikan inflasi.

"Risiko (inflasi) yang kita hadapi saat ini lebih besar dari generasi sebelumnya dan ini bisa tak terkendali. Satu skenario yang mungkin terjadi... satu kejutan yang akan tidak kita antisipasi saat ini, kemungkinan inflasi lebih tinggi. Situasi seperti itu yang kami ingin pastikan tidak terjadi," kata Bullard saat berbicara di Columbia University, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Bullard sebelumnya menegaskan akan mendukung kenaikan suku bunga hingga 1% d di bulan Juli, artinya suku bunga perlu dinaikkan 50 basis poin di bulan Maret, dan masing-masing 25 basis poin di Mei dan Juni, sesuai jadwal pertemuan The Fed.

Meski demikian pasar melihat berbeda. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas sebesar 100% The Fed akan menaikakn suku bunga 25 basis poin pada bulan depan. Probabilitas kenaikan sebesar 50 basis poin yang pada pekan lalu sekitar 90% kini menjadi nol. 


Meski demikian tekanan bagi rupiah masih akan cukup besar pada sebab sentimen pelaku pasar kembali memburuk akibat tensi geopolitik di Eropa Timur kembali memanas karena Rusia mengusir Wakil Duta Besar AS Bartle Gorman.

Selain itu, Washington juga masih meyakini bahwa Moskow akan segera menyerang Ukraina dalam beberapa hari ke depan. Sekarang negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu tinggal mencari alasan yang tepat untuk itu.

Kemarin pagi, meletus kontak senjata antara tentara Ukraina dengan kelompok separatis pro-Rusia. Konflik Ukraina dengan kelompok ini sudah terjadi bertahun-tahun, tetapi sangat mungkin dijadikan salah satu alasan oleh Rusia untuk masuk ke Ukraina. Mendamaikan situasi.

"Kami meyakini bahwa mereka (Rusia) akan segera melakukan operasi jika sudah ada alasan. Setiap laporan yang kami miliki adalah mereka bersiap pergi ke Ukraina dan menyerang Ukraina. Perasaan saya ini akan terjadi dalam beberapa hari ke depan," tegas Joseph 'Joe' Biden, Presiden AS, seperti dikutip dari Reuters.

Sebaliknya, Kremlin menilai AS malah menjadi pihak yang memanaskan situasi dan memperuncing konflik. AS juga tidak menghiraukan kepentingan keamanan Rusia (yang tidak sudi Ukraina bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara).

Dari dalam negeri, rilis data transaksi berjalan (current account) kuartal IV-2021 akan mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Di kuartal III-2021 lalu, transaksi berjalan tercatat surplus US$ 4,5 miliar atau 1,5% dari produk domestik bruto (PDB) yang menjadi salah satu faktor stabilnya nilai tukar rupiah.

Transaksi berjalan merupakan salah satu pos dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), keduanya diprediksi akan mencatat surplus di tahun 2021 oleh Bank Indonesia (BI).

"Neraca Pembayaran Indonesia diperkirakan tetap baik pada 2021, surplus dibandingkan tahun sebelumnya. Transaksi berjalan surplus 0,3% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) dan surplus neraca modal yang meningkat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Februari 2022.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular