"Palang Kematian" Mengintai Lagi, Rupiah yang Tabah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin setelah sebelumnya sukses mencatat penguatan 3 hari beruntun. Rupiah pun diterpa aksi ambil untung (profit taking) melihat posisinya yang nyaris mencapai level terkuat di tahun ini, ditambah dengan situasi di Eropa Timur yang kembali memanas membuatnya jeblok hingga 0,42% ke Rp 14.315/US$.
Tekanan bagi rupiah masih akan cukup besar pada perdagangan Jumat (18/2) sebab sentimen pelaku pasar kembali memburuk, tercemin dari amrbrolnya bursa saham AS (Wall Street).
Situasi geopolitik di Eropa Timur kembali memanas karena Rusia mengusir Wakil Duta Besar AS Bartle Gorman.
Selain itu, Washington juga masih meyakini bahwa Moskow akan segera menyerang Ukraina dalam beberapa hari ke depan. Sekarang negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu tinggal mencari alasan yang tepat untuk itu.
Kemarin pagi, meletus kontak senjata antara tentara Ukraina dengan kelompok separatis pro-Rusia. Konflik Ukraina dengan kelompok ini sudah terjadi bertahun-tahun, tetapi sangat mungkin dijadikan salah satu alasan oleh Rusia untuk masuk ke Ukraina. Mendamaikan situasi.
"Kami meyakini bahwa mereka (Rusia) akan segera melakukan operasi jika sudah ada alasan. Setiap laporan yang kami miliki adalah mereka bersiap pergi ke Ukraina dan menyerang Ukraina. Perasaan saya ini akan terjadi dalam beberapa hari ke depan," tegas Joseph 'Joe' Biden, Presiden AS, seperti dikutip dari Reuters.
Sebaliknya, Kremlin menilai AS malah menjadi pihak yang memanaskan situasi dan memperuncing konflik. AS juga tidak menghiraukan kepentingan keamanan Rusia (yang tidak sudi Ukraina bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Dari dalam negeri, rilis data transaksi berjalan (current account) kuartal IV-2021 akan mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Di kuartal III-2021 lalu, transaksi berjalan tercatat surplus US$ 4,5 miliar yang menjadi salah satu faktor stabilnya nilai tukar rupiah.
Secara teknikal, indikator Stochastic pada grafik harian yang masuk wilayah jenuh jual (oversold), membuat rupiah yang disimbolkan USD/IDR melemah kemarin.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Artinya, ketika Stochastic mencapai wilayah oversold maka USD/IDR berpeluang bergerak naik, artinya pelemahan rupiah.
Rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/MA 200) dan MA 50 di kisaran Rp 14.315/US$ hingga Rp 14.330/US$ menjadi resisten terdekat. Jika level tersebut ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.350/US$, dan menghidupkan lagi pola Golden Cross.
Golden Cross merupakan perpotongan antara rerata MA 50, dengan MA 200 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.
Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross (palang kematian) bagi rupiah. Artinya jika tertahan di atas MA 50 maka rupiah ke depannya berisiko melemah.
Sementara jika mampu bertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.280/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)