
Duh! Rupiah "Dibantai" Setelah Menguat 3 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju penguatan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya terhenti pada perdagangan Kamis (17/2). Tidak sekedar terhenti, rupiah bahkan "dibantai" dolar AS.
Rupiah sebenarnya mengalami perdagangan hari ini dengan menguat 0,1% ke Rp 14.240/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah membengkak hingga 0,46% ke Rp 14.320/US$ sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.315/US$, melemah 0,42% di pasar spot.
Dengan pelemahan tersebut, rupiah menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:03 WIB.
Sebelumnya dalam 3 hari, total penguatan rupiah sebesar 0,66%, dan berada di level terkuat sejak 3 Januari lalu. Posisi tersebut tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah. Apalagi, situasi di Eropa Timur ternyata belum benar-benar mereda.
Selasa lalu Rusia mengumumkan menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina. Namun, Amerika Serikat sepertinya tidak percaya begitu saja.
Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, mengungkapkan negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu malah menggerakkan lebih banyak pasukan ke perbatasan Ukraina dan tidak ada yang ditarik mundur.
"Itulah apa yang Rusia bilang, dan inilah yang Rusia lakukan. Kami belum melihat adanya pasukan yang ditarik mundur. Kami masih melihat pasukan bergerak menuju perbatasan, bukan menjauhi perbatasan," tegas Blinken dalam wawancara dengan MSNBC.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun bergerak. Intelijen senior membisikkan kepada Reuters bahwa NATO sedang menyiapkan unit tempur di sejumlah negara Eropa Tengah dan Tenggara seperti Rumania, Bulgaria, Hungaria, dan Slowakia.
Sang intel menyebut bahwa latihan militer Rusia semakin intensif dan hampir mencapai puncak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi serangan pada bulan ini tetap tinggi.
"Rusia masih bisa sewaktu-waktu menyerang Ukraina. Tanpa peringatan," katanya.
Jadi, walau sekarang sedikit mereda tetapi risiko meletusnya Perang Dunia III belum sepenuhnya terhapus. Rusia masih mungkin menginvasi Ukraina kapan saja.
"Apa yang kita lihat adalah mereka (Rusia) malah menambah pasukan. Sejauh ini tidak ada de-eskalasi," tegas Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, seperti diwartakan Reuters.
Masih adanya risiko terjadi perang membuat pelaku pasar berhati-hati, dan aliran investasi ke aset emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti rupiah bisa tersendat, hingga akhirnya melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
