
Rupiah Belum Terbendung, Siap Catat Penguatan 4 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih melaju kencang melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Pada awal perdagangan Kamis (17/2) rupiah kembali ke zona hijau setelah sebelumnya mencatat penguatan 3 hari beruntun. Sentimen positif dari dalam negeri, ditambah dengan terpuruknya dolar AS membuat rupiah kini berpeluang mencatat penguatan 4 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.240/US$. Penguatan tersebut kemudian terpangkas dan berada di Rp 14.245/US$ atau menguat 0,07% pada pukul 9:05 WIB.
Indeks dolar AS kemarin jeblok 0,3% setelah rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang menunjukkan akan segera menaikkan suku bunga dan mengurangi nilai neraca. Tetapi rilis tersebut dikatakan tidak se-hawkish ekspektasi pasar.
Akibatnya, pasar kini melihat bank sentral AS (The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 40,5% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin. Probabilitas tersebut mengalami penurunan dari 58% hari sebelumnya, bahkan pada pekan lalu lebih dari 90%.
![]() |
Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin, dengan probabilitas sebesar 59,5%.
Meski demikian, laju penguatan rupiah bisa terhambat sebab pelaku pasar masih melihat situasi di Eropa Timur. Rusia Selasa lalu mengatakan sudah menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina.
Namun, Amerika Serikat sepertinya tidak percaya begitu saja.
Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, mengungkapkan negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu malah menggerakkan lebih banyak pasukan ke perbatasan Ukraina dan tidak ada yang ditarik mundur.
"Itulah apa yang Rusia bilang, dan inilah yang Rusia lakukan. Kami belum melihat adanya pasukan yang ditarik mundur. Kami masih melihat pasukan bergerak menuju perbatasan, bukan menjauhi perbatasan," tegas Blinken dalam wawancara dengan MSNBC.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun bergerak. Intelijen senior membisikkan kepada Reuters bahwa NATO sedang menyiapkan unit tempur di sejumlah negara Eropa Tengah dan Tenggara seperti Rumania, Bulgaria, Hungaria, dan Slowakia.
Sang intel menyebut bahwa latihan militer Rusia semakin intensif dan hampir mencapai puncak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi serangan pada bulan ini tetap tinggi.
"Rusia masih bisa sewaktu-waktu menyerang Ukraina. Tanpa peringatan," katanya.
Jadi, walau sekarang sedikit mereda tetapi risiko meletusnya Perang Dunia III belum sepenuhnya terhapus. Rusia masih mungkin menginvasi Ukraina kapan saja.
"Apa yang kita lihat adalah mereka (Rusia) malah menambah pasukan. Sejauh ini tidak ada de-eskalasi," tegas Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, seperti diwartakan Reuters.
Masih adanya risiko terjadi perang membuat pelaku pasar berhati-hati, dan aliran investasi ke aset emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti rupiah bisa tersendat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
