Jokowi Kejar Setoran Royalti, Ini Dia Taipan Batu Bara RI

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
14 February 2022 13:44
tambang batu bara
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan pelaku usaha dikabarkan tengah menggodok perubahan ketentuan tarif royalti bagi perusahaan pertambangan baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sebelumnya memang, berdasarkan dokumen yang diterima oleh CNBC Indonesia, tercatat bahwa pemerintah mengusulkan agar tarif royalti ekspor batu bara dan domestik dikenakan secara progresif. Hal ini untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor batu bara saat harga sedang mengalami kenaikan.

Tarif royalti progresif itu berdasarkan tingkat harga batu bara. Misalnya, harga batu bara mencapai US$ 70 per ton ke bawah, maka royalti yang akan dikenakan mencapai 14%. Jika harga batu bara US$ 70 - US$ 80, royalti mencapai 16%.

Kemudian harga batu bara US$ 80 - US$ 90 per ton royaltinya 19%, dan harga batu bara US$ 90 - US$ 100 per ton royaltinya mencapai 22%. Adapun jika harga batu bara di atas US$ 100 maka royalti yang dikenakan mencapai 24%.

Seperti yang diketahui, saat ini penerapan royalti batu bara dikenakan secara patokan. Berapapun harga batu bara acuan royalti hanya dikenakan 13,5% - 14%.

Hal ini tentunya akan berpengaruh pada keuangan perusahaan batu bara karena biaya royalti yang akan tinggi saat harga melambung.

Bahkan, bisa saja dampaknya akan terasa hingga kantong para taipan-taipan batu bara. Siapa saja mereka?

Berikut Tim Riset CNBC Indonesia merangkum beberapa emiten besar dan konglomerat penguasa industri batubara Indonesia.

Dato' Dr. Low Tuck Kwong, dilahirkan di Singapura 17 April 1948 dan berganti kewarganegaraan menjadi WNI pada 1992 memperoleh pundi-pundi dari kepemilikan saham di PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Titik balik sukses terjadi pada tahun 1997 ketika ia mengakuisisi tambang batu bara pertamanya yaitu PT. Gunung bayan Pratamacoal.

BYAN merupakan emiten dengan kapitalisasi terbesar yang fokus utama bisnis pertambangan batubara. Tercatat kapitalisasi pasar mencapai Rp 49,50 triliun, lebih besar dari Grup Adaro ataupun emiten tambang batubara pelat merah PTBA.

Pendapatan Bayan pada sembilan pertama tahun 2021 tercatat naik 74% year-on-year (yoy) menjadi US$ 1,75 miliar (Rp 25 triliun), sedangkan laba bersihnya meningkat 476% yoy menjadi US$ 680 juta (Rp 9,73 triliun).

Berdasarkan data real time billionaire yang dirilis Forbes, per 20 September 2021 Low Tuck Kwong tercatat sebagai taipan terkaya nomor 18 di Indonesia dengan total kekayaan mencapai US$ 3,4 miliar atau setara dengan Rp 48,62 triliun (kurs Rp 14.300/US$).

Garibaldi Thohir bersama TP Rachmat dan Edwin Soeryadjaya mendirikan emiten raksasa PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang ketika pertama kali melantai di bursa tahun 2008 silam berhasil memperoleh dana IPO terbesar sepanjang sejarah yang baru-baru ini rekornya dipecahkan oleh Bukalapak.

Lokasi penambangan Adaro tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan, selain itu terdapat juga situs penambangan berlokasi di Australia yang baru diakuisisi tahun 2018 lalu. Beberapa perusahaan pertambangan di bawah Adaro Group antara lain PT Mustika Indah Permai (MIP), PT Bukit Enim Energi (BEE), Adaro Metcoal Companies (AMC), PT Bhakti Energi Persada (BEP) dan banyak lagi. Selain perusahaan tambang, Boy dan TP Rachmat juga masih punya banyak perusahaan lainnya.

Pendapatan Adaro pada sembilan pertama tahun 2021 tercatat naik 31,4% yoy menjadi US$ 2,6 miliar (Rp 36,74 triliun), sedangkan laba bersihnya meningkat 285,6% yoy menjadi US$ 465 juta (Rp 6,65 triliun).

Data real time billionaire Forbes mencatat TP Rachmat sebagai taipan terkaya nomor 15 di Indonesia dengan total kekayaan mencapai US$ 3 miliar atau setara dengan Rp 42,9 triliun.

Kiki Barki Makmur adalah pengusaha batubara pemilik PT Harum Energy Tbk (HRUM).

Melansir Forbes, tercatat Kiki Barki sebagai taipan terkaya nomor 27 di Indonesia dengan total kekayaan mencapai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 22,88 triliun pada tahun 2021.

Meskipun telah lama absen di datar Forbes, kekayaan Kiki Barki tentu masih sangat besar mengingat bisnis batubara miliknya ikut terdongkrak oleh kenaikan harga komoditas tersebut.

PT Harum Energy Tbk merupakan induk perusahaan yang didirikan pada tahun 1995, dengan portofolio usaha di bidang pertambangan batu bara dan kegiatan logistik berlokasi di Kalimantan Timur, Indonesia. Melalui PT Karunia Bara Perkasa Kiki Barki menguasai 79,79% saham HRUM.

Dalam sembilan pertama tahun 2021 pendapatan HRUM tercatat naik 53% yoy menjadi US$ 194,92 juta (Rp 2,78 triliun). Sementara laba bersihnya malah meroket 90,2% yoy menjadi US$ 52 juta (Rp 743,8 miliar).

Konglomerasi Grup Astra yang memiliki gurita bisnis di berbagai sektor, juga memiliki unit pertambangan batubara, selain sektor otomotif dan jasa keuangan. Bisnis tambang batubara Grup Astra dilakukan oleh PT United Tractors Tbk (UNTR) yang sahamnya 59,50% dimiliki oleh Astra.

Bisnis tambang barubara memang bukanlah merupakan segmen bisnis utama UNTR, akan tetapi kontribusi yang diberikan cukup signifikan. Segmen usaha pertambangan batubara UNTR dijalankan oleh PT Tuah Turangga Agung (TTA).

Dalam sembilan pertama tahun 2021, pendapatan UNTR secara keseluruhan tercatat naik 24,5% yoy menjadi Rp 57,82 triliun, sedangkan laba bersihnya meningkat 55,4% yoy menjadi Rp 8,1 triliun.

Indika Group yang merupakan singkatan dari Industri Media dan Informatika telah berkembang menjadi salah satu perusahaan energi terdiversifikasi di Indonesia dengan portofolio bisnis yang mencakup sumber daya energi, jasa energi dan infrastruktur.

Masuknya Indika ke industri batubara dimulai dengan mengakuisisi PT Kideco Jaya Agung pada tahun 2004 dengan harga senilai US$ 150 juta. Bersama anak usahanya, Indika tercatat merupakan salah satu perusahaan batubara terbesar dalam negeri. Selanjutnya, bisnis Indika terus berkembang dengan mengakuisisi Petrosea pada 2009.

Dalam sembilan bulan pertama tahun 2021 pendapatan PT Indika Energy Tbk (INDY) tercatat naik 43% yoy menjadi US$ 2,16 miliar (Rp 30,83 triliun). Sementara itu rugi bersih INDY berkurang dari US$ 44,96 juta (Ro 462,98 juta) menjadi US$ 8,4 juta (Rp 120 miliar).

Grup Bakrie tercatat memiliki bisnis di hampir semua sektor penting perekonomian. Gurita bisnis Grup Bakrie mencakup bisnis pertambangan, energi, infrastruktur, jasa keuangan, kesehatan, telekomunikasi, media, perkebunan hingga teknologi.

Roda bisnis bidang pertambangan milik Grup Bakrie dilaksanakan oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI). BUMI mengendalikan dua raksasa tambang batubara tanah air yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Dalam sembilan bulan pertama tahun 2021 pendapatan BUMI tercatat naik 13% yoy menjadi US$ 666,18 juta (Rp 9,3 triliun), sedangkan perusahaan mampu memperoleh laba bersih US$ 71,29 juta (Rp 1,1 triliun) dari semula mengalai kerugian US$ 136,11 (Rp 1,96 triliun) juta pada September 2020 lalu.

Selain yang telah disebutkan di atas masih terdapat beberapa konglomerasi besar penguasa industri batubara nasional, seperti emiten pelat merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dalam sembilan bulan pertama tahun 2021 mencatatkan kenaikan pendapatan 50,8% menjadi Rp 19,38 triliun dengan laba bersih juga meningkat 178,7% menjadi Rp 4,85 triliun.

Grup Sinarmas juga memiliki usaha tambang batubara yang berlokasi di Berau Kalimantan Timur yang bisnisnya dijalankan oleh PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS). Beberapa pemain besar lainnya termasuk PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan emiten milik Luhut Binsar Pandjaitan, TBS Energi Utama Tbk (TOBA).


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Daftar 5 Raja Tambang Batu Bara di Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular