Apa Alasan Utama Investor Cemas Bakal Ada Perang Dunia 3?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi yang kian memanas di Eropa Timur dapat berimbas negatif ke pasar modal Tanah Air. Konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina kini mencapai babak baru, dengan AS mulai mengirimkan kelompok militer ke wilayah Eropa.
Kecemasan akan invasi yang dapat dilakukan "kapan saja saat ini" dibeberkan oleh Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Biden, yang mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Jumat (11/2). Ia juga menambahkan bahwa invasi dapat dimulai selama perhelatan Olimpiade, yang dijadwalkan berakhir pada 20 Februari.
Gedung Putih yang juga meminta warga Amerika di Ukraina untuk mengungsi secepatnya.
Terjadinya perang tersebut oleh banyak analis diperkirakan bakal memberikan dampak negatif bagi bursa domestik.
Pada pembukaan perdana pekan ini, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) bahkan telah ambles lebih dari 1% pada sesi pertama Senin (14/2) pagi ini.
Selain itu berita buruk juga datang dari kabar bahwa The Fed akan mempercepat kenaikan suku bunga secara agresif di paruh pertama tahun ini. Selain itu kondisi pandemi dengan tingkat penambahan kasus baru yang belum mereda juga menambah beban berat bagi pasar saham.
Akhir pekan lalu, rencana serangan Rusia terhadap Ukraina yang diperkirakan dapat terjadi kapan saja menjadi sentimen negatif pendorong Indeks DJIA selama 2 hari (Kamis & Jumat) turun tajam sebesar -1,030 poin (-2.90%) serta Indeks saham berbasis Teknologi Nasdaq jatuh lebih parah sekitar -699 poin (-4.88%). Selanjutnya meski tidak seburuk dua yang lain, S&P 500 juga tercatat melemah 1,90% pada perdagangan Jumat. Sementara itu, Pasar Eropa Jumat kemarin juga kompak ditutup melemah, DAX -0,42%, FTSE -0,15% dan STOXX600 -0,59%.
Selain itu, investor juga mengantisipasi potensi China yang akan mendukung Russia, di mana hal ini akan memperburuk hubungan antara US - China. Selanjutnya kondisi inflasi akut yang terjadi di AS juga masih menjadi masalah utama, di mana inflasi di Januari meningkat +7,5% YoY, tertinggi sejak 1982. Akibatnya, Goldman Sachs kembali menaikkan estimasi kenaikan suku bunga The Fed sebanyak 7x.
Buruknya performa bursa global, termasuk juga bursa di kawasan Asia, menjadi sentimen negatif bagi pasar modal domestik yang bulan lalu tercatat mengalami pertumbuhan dan berhasil menafikan January effect. Bahkan pekan lalu IHSG juga tercatat membukukan kenaikan yang cukup signifikan sebesar +1.25% didorong derasnya dana asing masuk sekitar Rp 7.62 triliun.
Panin Sekuritas mencermati, diskusi melalui telepon yang dilakukan oleh Presiden US, Joe Biden dan Presiden Russia, Vladimir Putin untuk mencegah Russia menyerang Ukraina nyatanya gagal mencapai kesepakatan.
Oleh sebab itu, Panin Sekuritas memperkirakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini akan terkoreksi.
Selain itu, analis lain dari MNC Sekuritas, Sinarmas Sekuritas dan Mirae juga kompak memprediksi bahwa ketegangan politik di perbatasan Ukraina menjadi kabar buruk bagi bursa domestik.
"Kekhawatiran yang sama bisa spill-over ke Bursa Indonesia dalam perdagangan awal minggu ini," ungkap Edwin Sebayang, Analis dari MNC Sekuritas.
Ketakutan akan terjadinya perang dunia juga memicu naiknya harga komoditas seperti: minyak mentah yang bergerak naik secara cepat mendekati harga US$100/barrel. Harga batu bara juga tercatat ikut terdorong. Harga yang bergejolak dari komoditas tersebut diperkirakan akan memicu naiknya harga BBM (Pertamax Turbo Dex & Dex Light) yang menurut analis MNC Sekuritas "tinggal menunggu kapan akan dinaikkan harga Pertalite dan Pertamax."
Secara umum investor masih mencermati bayak hal pada perdagangan pekan ini, dengan yang utama adalah terkait meningkatnya tensi antara Russia - Ukraina. Investor juga masih mencermati potensi kenaikan suku bunga yang cukup agresif serta kondisi pandemi yang masih belum reda. Selain itu kenaikan harga komoditas seperti minyak, di mana dapat memberi tekanan untuk inflasi juga menjadi hal yang sangat diperhatikan.
(fsd/fsd)