
Jos! Rupiah Menguat Lagi, Tak Takut Perang Dunia III nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (14/2) setelah sukses membukukan penguatan dua pekan beruntun. Penguatan rupiah pagi ini terbilang cukup mengejutkan, sebab pasar sedang cemas dengan kemungkinan terjadinya invasi Rusia ke Ukraina di pekan ini, dan ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan sangat agresif menaikkan suku bunga di tahun ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.340/US$. Apresiasi rupiah sempat bertambah menjadi 0,1% sebelum kemudian terpangkas dan berada di RP 14.345/US$ atau menguat tipis 0,03% pada pukul 9:05 WIB.
Perhatian saat ini tertuju pada kemungkinan terjadinya perang antara Rusia dengan Ukraina. Jake Sullivan, penasehat keamanan nasional Gedung Putih mengatakan Rusia kemungkinan akan menyerang Ukraina dalam hitungan hari. Ia juga menyarankan warga Amerika Serikat yang berada di Ukraina untuk meninggalkan negara tersebut.
Ia juga mengatakan ada berbagai kemungkinan serangan militer yang akan dilakukan Rusia, dan bisa jadi akan dimulai dari serangan udara.
"Saya tidak bisa memprediksi dengan pasti seperti apa serangan militer yang akan dilakukan. Seperti saya sebutkan sebelumnya, kemungkinan serangan yang terbatas, atau bisa jadi lebih ekspansif, tetapi kemungkinan besar akan melibatkan perebutan sejumlah wilayah di Ukraina, kota-kota besar, termasuk juga ibu kota," kata Sullivan sebagaimana dilansir Kitco.
Mengutip Reuters, laporan intelijen AS menyebut bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan terjadi Rabu pekan ini, meski tidak ada pejabat Negeri Adidaya yang bisa memberikan konfirmasi. Jika itu sampai terjadi, maka akan menjadi awal dari Perang Dunia III.
"Kami terus memantau dan membagikan kepada dunia bagaimana situasi di sana. Kami akan berupaya mencegah operasi serangan palsu yang mungkin menjadi awalan dari serangan sungguhan," tegas Sullivan.
Oleksii Reznikov, Menteri Pertahanan Ukraina, mengungkapkan negaranya telah menerima bantuan amunisi seberat 1.500 ton dari pasukan Aliansi yang dipimpin AS. Sementara Ben Wallace, Menteri Pertahanan Inggris, mengingatkan bahwa jangan terlalu berharap kepada upaya diplomasi.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat juga sudah mengumumkan agar pasukannya yang berada di Ukraina mundur, dan mengambil posisi di tempat lainnya. Hal ini dilakukan setelah Rusia dan Belarusia tengah menggelar latihan perang intensif, yang melibatkan sekitar 100.000 tentara di perbatasan Ukraina. Meski pasukannya ditarik mundur, tetapi Amerika Serikat mengatakan tidak merubah dukungan ke Ukraina.
Sebelumnya Sabtu lalu pemerintah AS juga sudah mengurangi jumlah stafnya di Kedutaan Besar yang berara di Kiev.
Jika benar Rusia melakukan invasi, maka dolar AS yang menyandang status safe haven akan menjadi buruan pelaku pasar dan rupiah berisiko tertekan.
Rupiah sebelumnya sukses membukukan penguatan dua pekan beruntun melawan dolar AS padahal kemungkinan bank sentralnya (The Fed) akan agresif menaikkan suku bunga di tahun ini semakin menguat. Dalam kondisi tersebut dolar AS seharusnya jadi perkasa, tetapi nyatanya rupiah mampu mencatat penguatan 0,19% ke Rp 14.350/US$ sepanjang pekan lalu.
Aliran modal yang deras masuk ke dalam negeri menjadi salah satu penopang penguatan rupiah.
Sepanjang bulan Januari lalu, terjadi capital outflow yang cukup besar di pasar obligasi Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan di bulan Januari terjadi capital outflow dari pasar obligasi sebesar Rp 4 triliun.
Tetapi situasi tersebut berubah di bulan ini, hingga 10 Februari lalu terjadi inflow sebesar Rp 8,46 triliun. Dengan demikian, secara year-to-date (ytd) hingga 2 Februari lalu, tercatat capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 2,27 triliun.
Di pasar saham juga terjadi hal yang sama. Sepanjang pekan lalu, investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) tercatat lebih dari Rp 7,6 triliun di pasar reguler, tunai dan nego.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
