Kalau Perang Dunia III Pecah, Dolar AS Bakal Jajah Rupiah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses membukukan penguatan dua pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) padahal kemungkinan bank sentralnya (The Fed) akan agresif menaikkan suku bunga di tahun ini semakin menguat.
Dalam kondisi tersebut dolar AS seharusnya jadi perkasa, tetapi nyatanya rupiah mampu mencatat penguatan 0,19% ke Rp 14.350/US$ sepanjang pekan lalu.
Aliran modal yang deras masuk ke dalam negeri menjadi salah satu penopang penguatan rupiah.
Sepanjang bulan Januari lalu, terjadi capital outflow yang cukup besar di pasar obligasi Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan di bulan Januari terjadi capital outflow dari pasar obligasi sebesar Rp 4 triliun.
Tetapi situasi tersebut berubah di bulan ini, hingga 10 Februari lalu terjadi inflow sebesar Rp 8,46 triliun. Dengan demikian, secara year-to-date (ytd) hingga 2 Februari lalu, tercatat capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 2,27 triliun.
Di pasar saham juga terjadi hal yang sama. Sepanjang pekan lalu, investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) tercatat lebih dari Rp 7,6 triliun di pasar reguler, tunai dan nego.
Sementara itu di pekan ini, data penjualan ritel dan neraca perdagangan Indonesia akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Sementara dari eksternal masih seputar spekulasi kenaikan suku bunga di AS. Tetapi, perhatian lebih besar tertuju pada kemungkinan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina.
Jake Sullivan, penasehat keamanan nasional Gedung Putih mengatakan Rusia kemungkinan akan menyerang Ukraina dalam hitungan hari. Ia juga menyarankan warga Amerika Serikat yang berada di Ukraina untuk meninggalkan negara tersebut.
Ia juga mengatakan ada berbagai kemungkinan serangan militer yang akan dilakukan Rusia, dan bisa jadi akan dimulai dari serangan udara.
"Saya tidak bisa memprediksi dengan pasti seperti apa serangan militer yang akan dilakukan. Seperti saya sebutkan sebelumnya, kemungkinan serangan yang terbatas, atau bisa jadi lebih ekspansif, tetapi kemungkinan besar akan melibatkan perebutan sejumlah wilayah di Ukraina, kota-kota besar, termasuk juga ibu kota," kata Sullivan sebagaimana dilansir Kitco.
Mengutip Reuters, laporan intelijen AS menyebut bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan terjadi Rabu pekan ini, meski tidak ada pejabat Negeri Adidaya yang bisa memberikan konfirmasi. Jika itu sampai terjadi, maka akan menjadi awal dari Perang Dunia III.
Jika benar Rusia melakukan invasi, maka dolar AS yang menyandang status safe haven akan menjadi buruan pelaku pasar dan rupiah berisiko tertekan.
Secara teknikal, meski sukses mencatat penguatan pada pekan lalu, tetapi rupiah masih tertahan di atas rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/MA 200) di kisaran Rp 14.335/US$ hingga Rp 14.330/US$.
Untuk menguat lebih jauh, rupiah perlu menembus MA 200 dan mengakhiri perdagangan di bawahnya. Hal itu akan mengakhiri pola Golden Cross, yakni perpotongan antara rerata MA 50, dengan MA 200 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.
Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross bagi rupiah.
Dengan berakhirnya Death Cross tersebut, maka peluang penguatan rupiah akan lebih besar.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika Stochastic masuk overbought, hal tersebut sebenarnya memberikan peluang rupiah untuk bangkit, yang membuat rupiah mampu menguat pekan lalu.
Jika pada rupiah mampu melewati MA 200, ada peluang akan menuju ke Rp 14.300/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan ke Rp 14.370/US$ hingga Rp 14.350/US$ di pekan ini.
Sementara selama tertahan di atas MAS 200, rupiah berisiko melemah ke kisaran Rp 14.360/US$ sebelum menuju Rp 14.390/US$ hingga Rp 14.400/US$. Penembusan ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah melemah ke Rp 14.430/US$ hingga Rp 14.450/US$ di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)