
Pasar Guncang! Zona Merah Menanti Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mencatat penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin. Bahkan sepanjang perdagangan tersebut, rupiah tidak pernah menyentuh zona merah.
Namun, hari ini Jumat (12/2) ceritanya bisa berbeda. Zona merah sudah menanti rupiah sejak awal perdagangan. Sebabnya, pasar finansial global yang diguncang tingginya inflasi di Amerika Serikat.
Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) tumbuh 7,5% year-on-year (yoy) di bulan Januari, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7% (yoy) juga ekspektasi Reuters sebesar 7,3% (yoy).
Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Februari 1982, dan kembali menguatkan ekspektasi bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Maret.
Hal tersebut membuat pasar finansial bergejolak, bursa saham AS (Wall Street) ambrol lagi, indeks Nasdaq bahkan merosot lebih dari 2%.
Pergerakan kiblat bursa saham dunia tersebut menjadi indikasi sentimen pelaku pasar memburuk, dan berisiko menekan rupiah hari ini.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) Kamis kemarin mengumumkan mempertahankan suku bunga acuannya. Seperti ekspektasi, MH Thamrin tidak mengubah suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 9-10 Februari 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis (10/1/2022).
Perry juga mengatakan BI memproyeksikan suku bunga di Amerika Serikat akan naik 4 kali di tahun ini, dan ada kemungkinan kenaikan sebesar 50 basis poin di bulan Maret nanti. Artinya, BI sudah mengantisipasi hal tersebut, dan tentunya sudah menyiapkan skenario guna menjaga stabilitas rupiah.
Secara teknikal, kemarin sempat menguji rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/MA 200) di kisaran Rp 14.335/US$ hingga Rp 14.325/US$. Sayangnya, rupiah mengakhiri perdagangan di atasnya.
Untuk menguat lebih jauh, rupiah perlu menembus MA 200 dan mengakhiri perdagangan di bawahnya. Hal itu akan mengakhiri pola Golden Cross, yakni perpotongan antara rerata MA 50, dengan MA 200 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.
Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross bagi rupiah.
Dengan berakhirnya Death Cross tersebut, maka peluang penguatan rupiah akan lebih besar.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian akhirnya keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika Stochastic masuk overbought, hal tersebut sebenarnya memberikan peluang rupiah untuk bangkit, dan akhirnya terjadi dalam dua hari terakhir.
Jika pada hari ini rupiah mampu melewati MA 200, ada peluang akan menuju ke Rp 14.300/US$.
Sementara selama tertahan di atas MAS 200, rupiah berisiko melemah ke kisaran Rp 14.360/US$ sebelum menuju Rp 14.390/US$ hingga Rp 14.400/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
