
Top! Rupiah Cetak Hat-trick dan Jadi Runner Up di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (10/2). Dengan demikian, rupiah sukses mencatat hat-trick alias penguatan 3 hari beruntun. Pergerakan rupiah dipengaruhi oleh pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan pelaku pasar yang menanti rilis data inflasi AS.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.345/US$. Sempat hingga 0,21%, rupiah akhirnya mengakhiri perdagangan di Rp 14.340/US$.
Meski penguatannya tidak terlalu besar, tetapi rupiah menjadi runner up Asia pada hari ini. Hingga pukul 15:07 WIB, rupiah hanya mkalah dari bath Thailand yang menguat 0,18%, sementara mayoritas mata uang utama Asia lainnya melemah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Februari 2022. Seperti ekspektasi, MH Thamrin tidak mengubah suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 9-10 Februari 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis (10/1/2022).
Dengan demikian, suku bunga acuan telah bertahan di 3,5% sejak Februari 2021 atau genap setahun. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.
Perry juga menyatakan perkasanya rupiah disebabkan oleh deras aliran modal asing yang masuk ke tanah air. Di sisi lain persepsi positif selalu terjaga seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam penanganan kasus Covid-19 dan berlanjutnya pemulihan ekonomi serta langkah stabilisasi oleh BI.
"Ke depan nilai tukar diperkirakan akan tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut," terangnya.
Aliran modal asing memang sedang deras.
Sepanjang bulan Januari lalu, terjadi capital outflow yang cukup besar di pasar obligasi Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan kepemilikan asing di SBN pada 31 Januari sebesar Rp 887,28 triliun, turun dibandingkan 31 Desember 2021 sebesar Rp 891,34 triliun. Artinya, terjadi capital outflow sekitar Rp 4 triliun.
Tetapi situasi tersebut berubah, pada 7 Februari lalu kepemilikan asing tercatat sebesar Rp 895,74 triliun, artinya terjadi inflow sebesar Rp 8,46 triliun hanya dalam 7 hari saja di bulan ini.
Dengan demikian, secara year-to-date (ytd) hingga 7 Februari lalu, tercatat capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 4,4 triliun.
Di pasar saham juga terjadi hal yang sama. Hari ini investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) sebesar Rp 1,56 triliun di pasar reguler. Kemudian selama sepekan terakhir net buy tercatat lebih dari Rp 7,1 triliun.
Pergerakan rupiah pada hari ini juga akan dipengaruhi oleh pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inflasi Bisa Membuat Dolar AS "Kiamat"
