
Larangan Ekspor Batu Bara di Januari Bikin Cadev RI Jeblok?

BI melaporkan penurunan cadangan devisa terjadi akibat pembayaran utang pemerintah, serta berkurangnya penempatan valas perbankan di bank sentral.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Januari 2022 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di Bank Indonesia antara lain sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian," sebut keterangan tertulis BI.
Seperti disebutkan BI, aktivitas perekonomian memang terus menunjukkan perbaikan. Saat roda perekonomian berputar lebih cepat, impor tentunya meningkat dan kebutuhan valuta asing (valas) juga bertambah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Senin kemarin, di kuartal IV-2021 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh 5,02% year-on-year (yoy), dengan pertumbuhan impor tercatat melesat hingga 29,6% (yoy).
Sebelum Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali dinaikkan menjadi level 3 di pekan ini, tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang membaik sudah terlihat dari aktivitas manufaktur.
Sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. Di kuartal IV-2021, kontribusinya sebesar 18,8%.
IHS Markit di awal bulan ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur di bulan Januari sebesar 53,7, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 53,5.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 berarti kontraksi, di atasnya adalah ekspansi.
Artinya, sektor manufaktur meningkatkan ekspansinya di awal tahun ini, yang tentunya menjadi kabar bagus. Peningkatan ekspansi artinya juga peningkatan impor bahan baku/penolong, yang tentunya akan meningkatkan kebutuhan valas.
Selain faktor yang disebutkan sebelumnya, ada kemungkinan penurunan cadangan devisa juga terjadi akibat intervensi yang dilakukan BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Sepanjang bulan Januari lalu, rupiah tercatat melemah 0,91% ke Rp 14.380/US$. Dengan pelemahan tersebut bisa dikatakan rupiah masih cukup stabil, sebab The Fed saat itu menegaskan akan bertindak agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini, bahkan juga akan mengurangi nilai neracanya.
Keperluan intervensi tersebut diperkirakan akan menggerus cadangan devisa lagi beberapa bulan ke depan.
"Dalam 1-2 bulan ke depan diperkirakan cadangan devisa akan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh tekanan Dollar AS akibat tapering dari Fed serta tekanan permintaan impor yang berpotensi terus mengalami peningkatan," kata Josua.
Namun, setelah The Fed menaikkan suku bunga, cadangan devisa diperkirakan akan kembali naik.
"Pasca kenaikan suku bunga Fed, diperkirakan tekanan asing akan cenderung lebih terbatas, sehingga cadangan devisa diperkirakan kembali meningkat hingga akhir tahun 2022," tegas Josua.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
