Lihat Covid Bertambah 27.197 Kasus, Rupiah Lemah Letih Lesu

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 04/02/2022 09:05 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih sulit menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (4/2). Melonjaknya kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat rupiah lemah letih lesu.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03%, tetapi tidak lama stagnan di Rp 14.375/US$ pada pukul 9:04 WIB. 

Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 27.197 kasus baru, jauh meningkat dibandingkan hari sebelumnya 17.895 kasus dan menjadi yang tertinggi sejak 14 Agustus tahun lalu.


DKI Jakarta masih menyumbangkan kasus harian terbanyak, yaitu 10.117. Disusul Jawa Barat (7.308) dan Banten (4.312).

Terus menanjaknya kasus Covid-19 membuat pelaku pasar was-was Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat akan diterapkan lagi.
Saat ini pemerintah masih menetapkan PPKM level 2 di DKI Jakarta, tetapi tidak menutup kemungkinan akan diketatkan pada pekan depan. Hal tersebut berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi yang memberikan tekanan bagi rupiah.

Selain itu pelaku pasar kini menanti rilis data tenaga kerja AS, yang merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga.

Rabu lalu ADP melaporkan sepanjang bulan Januari terjadi pengurangan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 301.000 orang, padahal hasil survei Reuters memproyeksikan penambahan sebanyak 207.000 orang.

Data ini bisa memberikan gambaran data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis hari ini. Rilis dari ADP tersebut membuat pasar melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Maret nanti.

Beberapa pejabat The Fed juga sudah mengindikasikan hal tersebut. yang membuat indeks dolar AS merosot dalam 4 hari beruntun hingga perdagangan Kamis dengan total nyaris 2%.

Jika data tenaga kerja hari ini juga menunjukkan pengurangan maka pasar akan menimbang-nimbang kembali seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun ini.
Sementara itu hasil survei terbaru yang dilakukan Reuters juga menunjukkan the greenback masih akan mendominasi pasar mata uang.

Survei yang dilakukan pada periode 31 Januari - 2 Februari terhadap 43 analis menunjukkan 33 orang atau lebih dari 75% memperkirakan dolar AS masih akan digdaya selama 3 sampai 6 bulan ke depan.

Lebih detail lagi, sebanyak 14 analis atau 32% memberikan proyeksi spesifik tersebut, kemudian ada 11 analis atau 26% yang memberikan proyeksi 6 sampai 12 bulan. 8 analis atau 19% bahkan memprediksi dolar AS masih akan berkuasa dalam waktu lebih dari 1 tahun.

Hanya 2 orang saja atau 4% yang memprediksi penguatan dolar AS sudah berakhir.

Namun, meski diprediksi masih akan berkuasa, bukan berarti dolar AS akan mencatat penguatan tajam.

Reuters juga melalukan survei menanyakan sebesar besar The Fed perlu menaikkan suku bunga agar dolar AS menguat tajam.

Dari 24 analis yang memberikan jawaban, median hasilnya sebesar 62,5 basis poin. Artinya total The Fed perlu menaikkan suku bunga sebesar 187,5 basis poin agar dolar AS bisa menguat tajam.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS