Covid 'Meledak' & Ada 'Palang Kematian', Semoga Rupiah Tabah!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 04/02/2022 07:11 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) Kamis kemarin setelah menguat dua hari beruntun. Pergerakan tersebut menjadi indikasi tekanan bagi rupiah masih cukup besar, terutama akibat isu-isu kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed).

Pada perdagangan hari ini, Jumat (4/2), pergerakan rupiah masih akan berfluktuasi, sebab pelaku pasar kini menanti rilis data tenaga kerja AS, yang merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga.

ADP melaporkan sepanjang bulan Januari terjadi pengurangan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 301.000 orang, padahal hasil survei Reuters memproyeksikan penambahan sebanyak 207.000 orang.


Data ini bisa memberikan gambaran data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis hari ini. Rilis dari ADP tersebut membuat pasar melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Maret nanti.

Beberapa pejabat The Fed juga sudah mengindikasikan hal tersebut. yang membuat indeks dolar AS merosot dalam 4 hari beruntun hingga perdagangan Kamis dengan total nyaris 2%.

Jika data tenaga kerja hari ini juga menunjukkan pengurangan maka pasar akan menimbang-nimbang kembali seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun ini.

Jebloknya indeks dolar AS memang memberikan ruang penguatan bagi rupiah, tetapi lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia memberikan tekanan.

Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 27.197 kasus baru, jauh meningkat dibandingkan hari sebelumnya 17.895 kasus dan menjadi yang tertinggi sejak 14 Agustus tahun lalu.

DKI Jakarta masih menyumbangkan kasus harian terbanyak, yaitu 10.117. Disusul Jawa Barat (7.308) dan Banten (4.312).

Terus menanjaknya kasus Covid-19 membuat pelaku pasar was-was Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat akan diterapkan lagi. Hal tersebut berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi yang memberikan tekanan bagi rupiah.

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih besar dan patut waspada sebab sudah muncul Golden Cross, yakni perpotongan antara rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 500/ MA 50), dengan MA 500 dari bawah ke atas. MA 50 sebelumnya juga sudah memotong MA 100.

Golden Cross bisa menjadi sinyal berlanjutnya kenaikan USD/IDR yang berarti pelemahan rupiah. Dengan kata lain, Golden Cross yang muncul merupakan Death Cross (palang kematian) bagi rupiah.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Ketika Stochastic masuk overbought, hal tersebut sebenarnya memberikan peluang rupiah untuk bangkit.

Resisten terdekat kini berada di kisaran Rp 14.390/US$ hingga Rp 14.400/US$. Jika ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.430/US$.

Sementara selama support terdekat berada di kisaran Rp 14.350/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat menuju MA 200 ke Rp 14.330/US$ hingga Rp 14.320/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka ruang penguatan ke Rp 14.300/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS