Nahas! Tak Memiliki Pendapatan, 3 Emiten Terancam Delisting

Putra, CNBC Indonesia
03 February 2022 06:56
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada 82 emiten saham yang mendapatkan tato dari Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 31 Januari 2022. Dari 82 emiten tersebut ada tiga saham yang bahkan mendapatkan tiga tato sekaligus.

Ketiga emiten tersebut adalah PT Leyand International Tbk (LAPD), PT Magna Investama Tbk (MGNA) dan PT Onix Capital Tbk (OCAP).

Adapun tato yang disematkan oleh otoritas bursa adalah E, S dan X. Sebagai informasi, suatu saham disematkan simbol E ketika laporan keuangannya menunjukkan posisi ekuitas (modal) yang negatif.

Posisi ekuitas negatif dapat terjadi ketika jumlah aset atau aktiva lebih kecil dari kewajibannya (liabilitas). Secara sederhana jumlah utang yang dimiliki jauh lebih besar daripada asetnya.

Sedangkan simbol S merujuk pada kondisi keuangan perusahaan yang tidak mencatatkan perolehan pendapatan dan simbol X menunjukkan emiten sedang dalam pemantauan khusus oleh regulator.

Tato-tato tersebut disematkan ketika suatu perusahaan publik sedang menghadapi masalah dalam kelangsungan bisnisnya.

Lantas bagaimana bisa suatu perusahaan sampai tidak membukukan pendapatan sama sekali dan ekuitasnya negatif seperti yang terjadi di ketiga emiten ini.

1. PT Leyand International Tbk (LAPD)

Dulunya PT Leyand International Tbk (LAPD) bergerak di bidang industri kemasan plastik. Namun pada 2009, perseroan melakukan divestasi divisi kemasan plastiknya dan melakukan transformasi bisnis dengan fokus pada pembangkit listrik.

Perusahaan Listrik Negara yakni PT PLN (Persero) menjadi salah satu pelanggan yang memberikan kontrak kepada LAPD.

Namun berdasarkan informasi keterbukaan perseroan yang dipublikasikan pada 20 Desember 2021, kontrak yang diberikan oleh PLN berakhir pada 31 Desember 2021 dan belum ada kepastian apakah ada perpanjangan kontrak.

Untuk diketahui, perusahaan juga terlilit utang dan sampai mendapat somasi dari kreditur dalam hal ini adalah Bank Panin.

LAPD bahkan sampai harus menjual peralatan mesin di anak perusahaannya yaitu PT Asta Keramasan Energi (AKE) untuk melunasi hutang berikut bunga dan denda kepada kreditur. Bahkan PT AKE sudah memberhentikan seluruh karyawannya.

Saat ini perseroan berencana untuk melepas seluruh kepemilikan sahamnya di PT AKE yang sudah tidak beroperasi lagi dan berencana masuk ke dalam bidang usaha baru yakni logistic dan distribusi.

Hingga September 2021, perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar Rp 0 rupiah. Setahun sebelumnya perusahaan sempat membukukan pendapatan mencapai Rp 4,7 miliar.

Total aset perusahaan tercatat senilai Rp 96,4 miliar sedangkan kewajiban atau liabilitasnya mencapai Rp 266,9 miliar sehingga membuat ekuitasnya minus Rp 170,5 miliar.

Dalam tiga tahun terakhir, saham LAPD cenderung 'nyender' di level gocap, harga terendah untuk saham dapat diperdagangkan di pasar reguler. Selain itu saham LAPD sudah di suspensi lebih dari satu tahun. Dengan perkembangan tersebut, saham LAPD terancam delisting.

2. PT Magna Investama Tbk (MGNA)

Perusahaan yang melantai di bursa pada 2014 silam ini awalnya bergerak di bidang pembiayaan dengan nama PT Arkasa Utama.

Namun pada 2017 perusahaan memilih untuk melakukan restrukturisasi dengan menjual aset serta liabilitasnya ke PT Batavia Prosperindo Finance Tbk dan menggunakan dana hasil penjualan aset tersebut untuk membeli saham perusahaan penggilingan dan perdagangan padi yang dimiliki oleh Sutan Agri Resources Pte Ltd pada PT Padi Unggul Indonesia.

Namun sejak tahun 2020, perusahaan tidak tercatat membukukan pendapatan sepeser pun. Bahkan ekuitas MGNA sudah minus Rp 105 miliar sejak 2019.

Kondisi keuangan yang miris dan kelangsungan bisnis yang terancam membuat otoritas bursa memutuskan untuk menghentikan perdagangan saham MGNA (suspensi).

Sudah lebih dari 2 tahun saham MGNA kena suspensi dan ekuitas perusahaan masih mencatatkan minus Rp 50,8 miliar per September 2021.

Saat ini perusahaan tengah berusaha untuk menambah modal lewat skema right issue dan menargetkan injeksi modal sebesar Rp 120,39 miliar yang akan digunakan untuk mengambil alih saham PT Grha Swahita (GS) dan PT BIP Sentosa (BS) yang bergerak di sektor properti dan real estate.

Namun baru-baru ini pihak manajemen MGNA membatalkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang seharusnya dijadwalkan pada 26 Januari 2022 lalu.

3. PT Onix Capital Tbk (OCAP)

PT Onix Capital Tbk (OCAP) dikenal sebagai holding dari perusahaan jasa keuangan yang memfasilitasi perdagangan efek (broker) bernama PT Onix Sekuritas.

Namun berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-44/D.04/2021 dan KEP45/D.04/2021, izin usaha Onix Sekuritas dicabut tahun lalu.

Selain bergerak di sektor jasa keuangan, OCAP melalui entitas anaknya yakni PT Onix Investama juga bergerak di bidang layanan kesehatan.

Namun sejak Juni 2020, perusahaan memilih untuk menutup usaha PT Onix Investama dikarenakan Thomson Medical Pte Ltd Singapore (TMC) yang merupakan mitra PT Onix Investama melakukan pemutusan kerja sama.

Sebelumnya lagi, PT Onix Investama juga memiliki anak usaha yang bergerak di segmen klinik kesehatan yakni PT Menteng Medika Indonesia (MMI). Namun sejak 2018 anak usaha ini juga ditutup karena terus membukukan kerugian.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan OCAP tercatat sebesar Rp 0 rupiah pada September 2021. Total aset perseroan mencapai Rp 16,5 miliar. Hanya saja kewajiban perseroan mencapai Rp209,6 miliar sehingga ekuitasnya negatif Rp 193,1 miliar.


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular