OJK Waspada, Loan at Risk Perbankan Masih Tinggi 19%

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
Rabu, 02/02/2022 13:58 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi indikator industri perbankan di Indonesia masih berada dalam taraf aman. Namun kondisi Loan at Rsik (LAR) perbankan masih tinggi dan menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana, mengatakan kondisi LAR perbankan nasional berada di kisaran 19%, dan ini dinilai masih tinggi.

LAR merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2, atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).


"LAR 19%, ini jadi perhatian kita karena masih tinggi. Kita pantau jangan sampai ini jadi NPL (kredit bermasalah). Kita terus komunikasi dan minta bankir tingkatkan pencadangan yang kita pantau terus meningkat," papar Heru dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/2/2022).

Dalam data yang dipaparkan Heru, terlihat kondisi NPL Gross perbankan per Desember 2021 adalah 3%, turun dari bulan sebelumnya 3,19%. Sementara kondisi NPL Nett adalah 0,88% atau turun dari bulan sebelumnya 0,98%.

Posisi akhir Desember 2021, jumlah outstanding kredit yang disalurkan perbankan dalam negeri mencapai Rp 5.769 triliun, atau naik 5,24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 7.479 triliun atau naik 12,21% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan nasional di Desember 2021 adalah 77,13%. Turun dari posisi November 2021 sebesar 77,9%.

Melihat indikator tersebut, Heru mengatakan, OJK telah meminta perbankan untuk lebih giat menyalurkan kredit untuk membantu pemulihan ekonomi.

"Meski kredit sudah tumbuh, tapi DPK tumbuh lebih tinggi. Gap ini terus kita minta bankir lebih berkontribusi ke ekonomi kita" kata Heru.

Pada kesempatan itu, Heru juga memaparkan soal kondisi terkini restrukturisasi kredit perbankan. Per Desember 2021, outstanding restrukturisasi kredit bank akibat Covid-19 turun menjadi Rp 663,5 triliun. Dibandingkan periode Desember 2020 yang sebsar Rp 829 triliun.

Dari data di Desember 2021, restrukturisasi mencakup 4,08 juta debitur, yang terdiri dari Rp 406,77 triliun (61%) adalah 928 debitur non UMKM, dan Rp 256,72 triliun (39%) kepada 3,14 juta debitur UMKM.

Jumlah pencadangan yang dibentuk perbankan nasional untuk seluruh restrukturisasi kredit ini mencapai Rp 345,54 triliun, atau naik 13,79%.

Ke depan, lanjut Heru, pihaknya akan terus mengawasi ketat perkembangan industri perbankan. Khususnya terkait dengan rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) yaitu Federal Reserve (The Fed) untuk mulai menaikkan suku bunga acuannya.

"Dampak tapering kita terus lakukan simulasi bagaimana dampak ke industri perbankan kita. Kita lakukan pembenahan di internal agar bisa mendeteksi lebih awal kejadian-kejadian di industri perbankan kita," papar Heru.


(wed/wed)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bankir Putar Otak Genjot Kredit Saat Daya Beli & Ekonomi Lesu