
Jokowi Effect, Komoditas Andalan RI Cetak Cuan Teratas

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga dua komoditas andalan Indonesia terbukti membagikan cuan terbesar sepanjang Januari kemarin, di mana batu bara menjadi pemimpin lompatan harga disusul minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Berdasarkan data perdagangan kontrak dari lima komoditas utama yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, batu bara tercatat memimpin, diikuti CPO. Sebaliknya emas mencetak kinerja terburuk sepanjang bulan lalu.
Dalam 20 hari perdagangan sepanjang Januari, kontrak berjangka (futures) batu bara New Castle tercatat melesat 31,34% dari level US$ 169,6/ton pada akhir tahun lalu (31/12/2021) menjadi US$ 222,75 per ton pada akhir Januari (31/1/2022).
Harga komoditas andalan nasional tersebut bahkan sempat menguat hingga US$ 227,8/ton, menjadi level harga tertingginya dalam sebulan, dan terpaut 15,5% dari level tertingginya sepanjang masa di angka US$269,5/ton yang dicetak pada Oktober 2021.
Kenaikan terjadi setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan wacana pelarangan ekspor batu bara dari Indonesia, menyusul susutnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik nasional di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Namun menyambut pencabutan kembali larangan tersebut per kemarin, harga batu bara kemarin melemah ke level US$ 210/ton menyusul berakhirnya kecemasan pasar akan potensi kelangkaan pasokan energi utama listrik dunia tersebut.
Komoditas andalan lainnya yakni CPO juga turut menjadi jawara, dengan kenaikan harga kontrak futures CPO di bursa Malaysia sebesar 19,05%, dari 4.697 ringgit/ton pada 31 Desember 2021, menjadi 5.592 ringgit/ton per 31 Januari kemarin.
Pemicunya lagi-lagi adalah Indonesia, setelah pemerintahan Jokowi membatasi ekspor minyak sawit untuk memenuhi kewajiban penjualan domestik (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 20% untuk semua produsen kelapa sawit.
Kebijakan yang diambil untuk mengendalikan harga minyak goreng lokal tersebut membuat suplai CPO dunia terpukul karena Indonesia sebagai produsen terbesar, menurut data Reuters, menyumbang setidaknya 59% dari pasokan minyak sawit dunia.
Sebaliknya, kinerja terburuk dibukukan emas di mana harga logam mulia tersebut di pasar spot terpantau melemah 1,75% dari US$ 1.800.85/troy ons (31/12/2021) menjadi US$ 1.796,47/troy ons per 31 Januari kemarin.
Pelemahan emas terjadi seiring dengan makin kuatnya ekspektasi pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), yang bakal memicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang selama ini menjadi saingan emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Batu Bara, CPO, dan Minyak Ramai-Ramai Cetak Rekor