The Fed Boleh Agresif, Tapi Pelaku Pasar Lirik Rupiah Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 January 2022 14:30
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

The Fed pada Kamis dini hari mengindikasi akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, dan kemungkinan besar di bulan Maret.

"Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR)," tulis pernyataan The Fed.

Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% - 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di bulan Maret.

Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.

"Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada," kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir CNBC International.

Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.

Tidak hanya mengerek suku bunga, The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet) di tahun ini. Besarnya nilai neraca tersebut yang akan mulai dikurangi oleh The Fed, artinya obligasi yang dimiliki akan dilepas sehingga menyerap kembali likuiditas.

Dalam pernyataannya dini hari tadi, The Fed mengatakan pengurangan nilai neraca bisa dilakukan setelah suku bunga dinaikkan dan itu akan dilakukan "dengan cara yang dapat diprediksi".

Ketua The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya, tetapi tidak menyebutkan waktu yang spesifik.

"Neraca secara substansial lebih besar dari seharusnya. Perlu dilakukan pengurangan secara substansial dan itu akan memerlukan waktu. Kami ingin proses tersebut dilakukan dengan teratur dan dapat diprediksi," kata Powell.

Sementara itu Goldman Sachs sebelumnya memprediksi The Fed akan mengurangi neracanya sebesar US$ 100 miliar per bulan. Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan akan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun, yang membuat neraca The Fed nantinya senilai US$ 6.1 triliun hingga 6.6 triliun.

Dengan agresifnya The Fed, likuiditas akan kembali terserap dan diharapkan bisa menurunkan inflasi yang saat ini sebesar 7%, tertinggi dalam nyaris 4 dekade terakhir.

Namun, ada kekhawatiran inflasi masih akan tetap tinggi di AS, sehingga kenaikan suku bunga justru bisa memukul perekonomian. Tingginya inflasi di AS tidak hanya karena likuiditas yang melimpah, tetapi ada faktor tingginya harga energi, serta masalah rantai pasokan.

Sementara itu, Jeffrey Gundlach, CEO Double Line Capital, beberapa bulan lalu memprediksi dolar AS akan mengalami 'kiamat' dalam jangka menengah. Gundlach yang dijuluki 'Raja Obligasi' melihat defisit Amerika Serikat baik itu defisit perdagangan ataupun defisit fiskal yang terus menanjak akan menjadi pemicu penurunan tajam dolar AS.

"Pada akhirnya, besarnya defisit kita (Amerika Serikat), baik defisit perdagangan yang melonjak pasca pandemi, dan defisit fiskal, yang jelas sangat tinggi, menunjukkan dalam jangka menengah, saya tidak berfikir tahun ini, tetapi jangka menengah, dolar AS akan mengalami penurunan yang besar," kata Gundlach dilansir CNBC International pertengahan tahun lalu.

Gundlach yang mengelola aset sekitar US$ 135 miliar, melalui Double Line Capital tersebut melihat dalam jangka pendek di tahun ini dolar AS memang masih menjadi favorit.
"Pertanyaannya sekarang, sejauh mana horison anda. Untuk jangka pendek, tentu saja dinamika yang terjadi masih membuat dolar AS menguat secara moderat. Tetapi untuk jangka panjang, saya pikir dolar AS akan 'kiamat'," kata Gundlach.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular