
Suku Bunga AS Bakal Naik, Gimana Nasib RI? Begini Kata IMF!

Jakarta, CNBC Indonesia - Suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) diperkirakan naik pada Maret mendatang. Indonesia sebagai negara berkembang juga akan terkena imbasnya. Tapi akan separah apa kondisinya?
"Posisi eksternal Indonesia sangat kuat. Jadi ketika Fed melakukan pengetatan, kami tidak melihat aliran modal keluar yang signifikan. Karena transaksi berjalan sangat kuat," kata Cheng Hoon Lim, Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department, IMF dalam konferensi pers, Rabu (26/1/2022)
Transaksi berjalan Indonesia dalam posisi surplus hingga kuartal III-2021 akibat lonjakan ekspor yang dipengaruhi tingginya harga komoditas. Antara lain minyak kelapa sawit (CPO) dan batu bara.
Hal ini berbeda dibandingkan 2013 dimana kondisi eksternal Indonesia sangat rapuh. Defisit yang tinggi pada transaksi berjalan dan inflasi yang melompat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pada sisi lain, keberadaan asing di dalam negeri, seperti pasar surat berharga negara (SBN) sangat kecil. Kini hanya berkisar 20%, sedangkan sebelum pandemi covid-19 bisa mencapai di atas 30%.
Cheng menyampaikan, kini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia mulai menormalkan kembali kebijakannya. Termasuk bagi Bank Indonesia (BI) yang kebijakannya sangat longgar dalam dua tahun terakhir.
"Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk secara bertahap menormalkan kebijakannya dan secara bertahap menyesuaikan sikap moneternya ketika Fed mengetatkan," ujarnya.
BI telah mengawali 2022 dengan mengumumkan kenaikan giro wajib minimum (GWM) secara bertahap. Hal ini menurutnya adalah awal pengetatan, karena mampu menyedot likuiditas yang ada di pasar.
"Jadi kami pikir ini adalah langkah pertama menuju normalisasi sistem perbankannya untuk mengantisipasi pengetatan Fed," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Dapat Transferan IMF Rp 90 Triliun, BI: Kita Gak Minta!