
Bitcoin-Ethereum Nyaris Sentuh All Time Low, Ini Kata Analis

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Bitcoin cenderung menguat tipis ke kisaran level US$ 35.900 pada siang hari ini waktu Indonesia (25/1/2022), setelah sempat terkoreksi hingga kisaran level US$ 32.000 pada Senin malam.
Per pukul 14:00 WIB, Bitcoin berhasil menguat 1,77% ke level harga US$ 35.905,94 per keping atau setara dengan Rp 515.250.239 per kepingnya (asumsi kurs Rp 14.350/US$), menurut data dari CoinMarketCap.
Kisaran level US$ 32.000 di Bitcoin menjadi level terendah dalam tiga bulan terakhir, di mana level terendah Bitcoin masih berada di kisaran level US$ 29.000 pada Juli 2021, sehingga jarak antara level terendah kemarin malam dengan level terendah Juli tahun lalu hanya berjarak sekitar US$ 3.000.
Pada Senin malam waktu Indonesia, Bitcoin terkoreksi ke level US$ 32.982,11 per keping atau setara dengan Rp 471.644.173 per kepingnya (asumsi kurs Rp 14.300/US$), menurut Coin Metrics.
Tak hanya di Bitcoin saja, Ethereum juga sempat terkoreksi dan menyentuh level terendahnya sejak Juli 2021. Di mana, pada Senin malam waktu Indonesia, koin digital alternatif (altcoin) terbesar itu terkoreksi 1,1% ke level US$ 2.176,41 per keping atau Rp 31.122.663 per keping.
Sayangnya, Ethereum tidak mengikuti jejak Bitcoin pada hari ini, di mana harga Ethereum sendiri masih terkoreksi 2,97% ke level US$ 2.369,54 per keping (Rp 34.002.899 per keping, asumsi kurs Rp 14.300/US$) pada pukul 14:00 WIB, berdasarkan data dari CoinMarketCap.
Bitcoin dan Ethereum telah terkoreksi hingga masing-masing sekitar 45% dan 49% dari level all time high (ATH) yang tercipta pada November 2021. Adapun level ATH Bitcoin berada di kisaran US$ 69.000 dan level ATH berada di kisaran US$ 4.800.
Cryptocurrency sudah terkoreksi sejak awal perdagangan tahun 2022, seiring dengan koreksinya saham teknologi sejak awal tahun. Investor telah menjual aset berisiko seperti saham teknologi, karena mereka masih khawatir dengan potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
"Ada kemungkinan bahwa kekhawatiran ekonomi makro, seperti respons The Fed terhadap tingkat inflasi, telah memfasilitasi lebih banyak aktivitas pengurangan risiko secara umum," kata Juthica Chou, kepala perdagangan option OTC di perusahaan platform trading kripto Kraken, dikutip dari CNBC International.
"Penurunan harga baru-baru ini, ditambah dengan volatilitas tinggi, dapat mengarah pada penjualan lebih lanjut karena investor dan trader berupaya mengurangi risiko," tambah Chou.
Investor juga menilai dampak regulasi lebih lanjut di pasar cryptocurrency, di mana hal ini merupakan tindakan keras dari beberapa regulator negara terhadap industri kripto.
Pada pekan lalu, bank sentral Rusia (The Central Bank of Russian Federation) kembali melarang kegiatan terkait kripto, termasuk penggunaan dan penambangan cryptocurrency.
Dari analisa teknikalnya, mengingat sentimen pasar saat ini yang masih cenderung negatif, beberapa analis memperkirakan Bitcoin akan menguji level support-nya.
"Seiring masih hadirnya sentimen negatif, Bitcoin akan menguji level support di kisaran US$ 30.000-US$ 32.000," kata Vijay Ayyar, vice president Luno, dilansir dari CNBC International.
"Jika Bitcoin bertahan di atas US$ 30.000 selama satu minggu, maka mungkin ada basis yang terbentuk pada level tersebut sebelum pasar bergerak lebih tinggi," tambah Ayyar.
Beberapa analis lain, seperti John Roque dari 22V Research, menganalisa bahwa level US$ 30.000 menjadi level support berikutnya untuk Bitcoin. Namun, ia pun memprediksi bahwa Bitcoin bisa saja jatuh lebih dalam.
"Penurunan sebesar 78% dari level tertingginya akan menyiratkan potensi penurunan hingga mencapai US$ 15.000," kata Roque dalam laporan risetnya Senin kemarin.
Investor juga masih bergulat dengan kenaikan inflasi. Beberapa pendukung Bitcoin memegang teori bahwa Bitcoin dapat dijadikan sebagai aset lindung nilai (hedging) terhadap inflasi. Tetapi, teori itu tidak berlaku bagi investor baru.
Saat minat investor institusional mengalir deras ke Bitcoin pada tahun lalu, ada lebih banyak investor jangka pendek di pasar kripto yang menilai Bitcoin seperti saham teknologi. Di mana, kenaikan suku bunga bank sentral dapat mempengaruhi pergerakan harga kripto, layaknya di saham-saham teknologi.
"Ke depan, perhatian kami yang paling mendesak adalah bagaimana pasar ekuitas merespons pertemuan The Fed pekan ini, terutama setelah baru saja mengalami pekan terburuk sejak wabah global Covid-19 ditemukan," kata Leah Wald, CEO Valkyrie Funds, dilansir dari CNBC International.
"Fase konsolidasi saham akan mengarah pada lingkungan berisiko, di mana trader lebih bersedia mengambil aset berisiko tambahan seperti Bitcoin, karena aset digital semakin berkorelasi dengan ekuitas karena semakin banyak perusahaan terus menambahkan Bitcoin ke neraca mereka. Sehingga, volatilitas kemungkinan akan makin naik setidaknya untuk jangka pendek," tambah Wald.
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Kripto Masih Kayak Gini, Susah Bikin Kaya Lagi