Jos Gandos! Pagi-Pagi Rupiah Sudah Tembus Rp 14.300/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 24/01/2022 09:07 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam di awal perdagangan Senin (24/1) setelah pada pekan lalu menjadi salah satu loser di Asia. Rupiah pada pekan lalu sempat mencatat pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) sebelum berhasil bangkit di hari Kamis setelah ada kejutan kecil dari Bank Indonesia saat mengumumkan kebijakan moneternya. Di pekan ini, perhatian akan tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). 

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,24% ke Rp 14.300/US$, setelah melemah 0,28% sepanjang pekan lalu. Penguatan rupiah sedikit terpangkas hingga menjadi 0,17% ke Rp 14.310/US$ pada pukul 9:04 WIB. 

Bank Indonesia (BI) Kamis pada Kamis pekan lalu mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Januari 2020. Hasilnya, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Keputusan ini sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.


Namun ada sedikit kejutan yang diberikan, BI memutuskan bakal mulai menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap pada Maret, Juni dan September. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.

Langkah bisa menjadi sinyal awal BI akan mengetatkan kebijakan moneternya di tahun ini. Stabilitas nilai tukar rupiah menjadi alasannya. Penyerapan likuiditas bisa membuat nilai tukar lebih kuat, dan menjadi langkah awal menghadapi normalisasi kebijakan moneter The Fed. 

The Fed sendiri akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (27/1) dini hari waktu Indonesia. Seperti diketahui, The Fed akan sangat agresif menormalisasi kebijakan moneternya. Dalam notula rapat kebijakan moneter edisi Desember yang dirilis awal bulan ini terungkap tidak hanya akan mengerek suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini, The Fed juga kemungkinan akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet).

Bank investasi ternama, Goldman Sachs bahkan memprediksi Jerome Powell dan kolega bisa bertindak lebih agresif lagi.

Analis dari Goldman Sachs melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.

"Prediksi dasar kami The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di bulan Maret, Juni, September dan Desember. Tetapi Kami melihat risiko The Fed ingin menaikkan suku bunga di setiap pertemuan sampai proyeksi inflasi berubah," kata David Mericle, ekonom di Goldman Sachs kepana nasabahnya yang dikutip CNBC International, Minggu (23/1).

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat saat ini berada di level 7% year-on-year (YoY) pada bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.

Agresivitas The Fed juga diperkirakan akan terjadi dalam pengurangan nilai neracanya. Goldman memprediksi The Fed akan mengurangi necaranya yang saat ini nyaris mencapai US$ 9 triliun sebesar US$ 100 miliar per bulan.

Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan akan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun, yang membuat neraca The Fed nantinya senilai US$ 6.1 triliun hingga 6.6 triliun.

Pengurangan nilai neraca artinya The Fed akan melepas kepempilikan obligasinya (Treasury), sehingga likuiditas akan terserap. Hal ini tentunya akan membuat dolar AS perkasa dan memberikan tekanan ke rupiah.

Sementara itu dari dalam negeri, terus menanjaknya kasus Covid-19 terutama varian Omicron berisiko menekan rupiah di pekan ini. Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan penambahan kasus sebanyak 2.925 orang, setelah sehari sebelumnya bertambah sebanyak 3.205 orang. Penambahan tersebut menjadi yang terbanyak sejak 18 September lalu.

Memang penambahan kasus mengalami penurunan, tetapi masih cukup tinggi dan dalam tren menanjak. Ada kekhawatiran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bakal diketatkan jika kasus terus menanjak. Hal ini tentunya berisiko menghambat pemulihan ekonomi, yang memberikan sentimen negatif ke rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed