BI Naikkan GWM, Kurs Dolar Australia Balik Turun! Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Australia yang menanjak dalam dua hari terakhir berbalik melemah melawan rupiah pada perdagangan Jumat (21/1). Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) Kamis kemarin membuat dolar Australia berbalik arah melawan rupiah.
Pada pukul 11:13 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.312,62, dolar Australia merosot 0,43% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, dolar Australia sempat melesat hingga 0,74%, sebelum terpangkas hingga hanya tersisa 0,03% saja.
Dolar Australia berbalik arah setelah BI kemarin memutuskan bakal mulai menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap hingga akhir kuartal III-2022. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.
Pada tahap pertama, GWM akan naik 150 basis poin (bps) menjadi 5% dengan pemenuhan harian 1% pada 1 Maret 2022. GWM Rerata ditetapkan sebesar 4%.
Kemudian pada 1 Juni 2022 GWM akan naik 100 bps menjadi 6% dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5%.
Terakhir, GWM akan naik lagi sebesar 50 bps menjadi 6,5% pada September 2022 dengan pemenuhan harian 1%. GWM Rerata ditetapkan 5,5%.
Kenaikan GWM tiga kali pada 2022, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diperkirakan 'menyedot' likuiditas sekitar Rp 200 triliun dari sistem perbankan. Jumlah itu diyakini masih bisa membuat perbankan punya ruang untuk 'bernapas', sebab likuiditas saat ini dikatakan masih sangat longgar.
Kebijakan tersebut bisa menjadi sinyal awal jika BI akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Sebelum pengumuman kebijakan moneter BI kemarin, beberapa analis sudah memberikan proyeksi kenaikan suku bunga di pertengahan tahun ini.
"Saya memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate baru naik paling cepat Juni," ujar Tirta Citradi, Ekonom MNC Sekuritas.
"Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan baru terjadi pada semester II, sebanyak 50 basis poin (bps). Namun kenaikan ini akan tergantung dari perkembangan inflasi domestik," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi.
Artinya, BI akan lebih dulu menaikkan suku bunga ketimbang bank sentral Australia (RBA) yang diperkirakan baru akan menaikkan suku bunga di 2023. Hal ini membuat dolar Australia kembali tertekan melawan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)