Terima Kasih Pak Perry, Rupiah Menguat & Jadi Runner Up Asia!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menghentikan pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (20/1). Penguatan tidak lepas dari turunnya yield obligasi (Treasury) AS kemarin, serta Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan adanya pengetatan likuiditas.
Melansir data Refintiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,28% ke Rp 14.320/US$. Tetapi tidak lama, penguatan rupiah terpangkas hingga sempat stagnan di Rp 14.360/US$.
Rupiah kemudian kembali menguat dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.335/US$, menguat 0,17% di pasar spot. Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia hari ini. Hingga pukul 15:16 WIB, rupiah hanya kalah dari peso Filipina yang menguat 0,25%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Yield Treasury AS tenor 10 tahun sebelumnya mencatat penguatan 2 hari beruntun, dan berada di level tertinggi sejak Desember 2019. Kenaikan tersebut bersiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang bisa membuat rupiah tertekan.
Namun kemarin, yield Treasury turun 2,14 basis poin ke 1,8539% yang turut membuat indeks dolar AS melemah 0,23%. Hal tersebut membuat rupiah mampu menguat tajam pagi ini.
Tetapi kenaikan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) varian Omicron baik di luar dan dalam negeri masih memberikan tekanan ke rupiah.
Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 1.745 kasus. Penambahan tersebut merupakan yang terbanyak dalam nyaris 4 bulan terakhir, tepatnya sejak 29 September ketika ada penambahan sebanyak 1.954 kasus.
Terus menanjaknya kasus Covid-19 akibat varian Omicron dikhawatirkan akan membuat pemerintah kembali mengetatkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang tentunya bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi lagi. Apalagi Presiden Joko widodo (Jokowi) juga meminta masyarakat untuk tidak banyak beraktivitas di luar rumah, seiring dengan kenaikan kasus covid-19 di tanah air.
Sementara itu dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi pasar.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Januari 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG edisi Janauri 2022, Kamis (20/1/2022).
Dengan demikian, suku bunga acuan telah bertahan di 3,5% sejak Februari 2021 atau hampir setahun. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.
Tetapi, BI juga melalukan pengetatan likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum menjadi 5%. Saat ini GWM berada di 3,5%.
Kenaikan GWM untuk bank umum konvensional sebesar 150 bps ini berlaku 1 Maret 2022. Kemudian, BI juga akan menaikkan 50 bps GWM lagi menjadi 6,5% pada 1 September 2022.
Pengetatan likuiditas tersebut bisa jadi merupakan antisipasi kenaikan suku bunga bank sentral AS, di mana pasar memprediksi akan dilakukan di bulan Maret.
Kebijakan BI tersebut mampu membuat rupiah mempertahankan penguatan pada perdagangan hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)