Penyaluran Kredit Diproyeksi Tumbuh 10%, BRI Andalkan UMKM

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menargetkan pertumbuhan kredit pada 2022 mencapai 8%-10%. Target tinggi ini ditetapkan karena BRI mengklaim sudah memenuhi seluruh syarat agar pertumbuhan kredit sebuah bank bisa melejit.
Direktur Utama BRI Sunarso berkata, salah satu syarat yang sudah dipenuhi BRI adalah ketersediaan likuiditas. Hingga akhir 2021, likuiditas BRI disebut masih melimpah meski kredit perusahaan tumbuh 7,4% per akhir tahun lalu.
"LDR (Loan to Deposit Rasio) kami masih di kisaran 83%, artinya likuiditas masih sangat ample, melimpah. Maka kemudian kami targetkan pertumbuhan kredit 8% - 10%, dan pertumbuhan dana masyarakat sekitar 7% - 10%. Tahun ini kami bisa lebih optimis karena kuatnya permintaan domestik dan membaiknya daya beli masyarakat," kata Sunarso pada acara Money Talks CNBC Indonesia, Rabu (19/1/2022).
Selain percaya diri karena rasio LDR masih di kisaran 83%, BRI juga optimistis bisa meningkatkan penyaluran kredit sesuai target karena terjaganya modal perusahaan. Kuatnya kapital perseroan terjadi pasca BRI melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue pada 2021.
Penambahan modal BRI melalui rights issue membuat perusahaan mendapat suntikan kas sebesar Rp 41 triliun. Modal besar itu menjadi bekal BRI untuk menyalurkan pembiayaan pada 2022.
"Saat ini dari faktor eksternalnya, pasarnya, konsumsi rumah tangga mulai menguat, pendapatan meningkat, dan ada kecenderungan masyarakat mulai spending. Ini tandanya ada kecenderungan mereka menggunakan tabungan untuk konsumsi atau investasi, dan indikasi loan demand akan menguat," tuturnya.
Untuk mencapai target tersebut, BRI berkomitmen terus mengutamakan sektor UMKM sebagai lini utama penyaluran pembiayaan. Selain itu, perusahaan juga berusaha menciptakan pertumbuhan bisnis berkelanjutan dengan konsisten melakukan transformasi dan mulai menyasar segmen Ultra Mikro (UMi).
Sunarso berkata, status BRI sebagai perusahaan induk Holding Ultra Mikro yang beranggotakan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menjadi salah satu strategi perusahaan memastikan adanya sumber pertumbuhan baru.
"Ada dua strateginya, yaitu nasabah eksisting dinaikkan kelasnya secara terstruktur dan diikuti, ada tools untuk ikuti itu. Kedua, tak mungkin BRI tumbuh dengan cara meraih yang besar-besar, korporasi. Maka BRI harus tumbuh ke bawah, artinya mencari segmen yang go smaller, lebih kecil-kecil, dan itulah transformasi kami," ujarnya.
Menurut Sunarso, hasil riset tentang usaha ultra mikro di Indonesia menunjukkan ada 45 juta pelaku usaha UMi per 2018-2019 lalu. Dari jumlah tersebut, 15 pelaku usaha ultra mikro sudah tersentuh layanan keuangan formal dari bank atau tekfin. Sisanya, ada 30 juta pelaku usaha yang masih tergantung pendanaannya kepada rentenir, kerabat, dan belum sama sekali terjangkau lembaga keuangan.
"Maka, kami akan menyasar yang utama adalah 18 juta (pelaku usaha ultra mikro) yang belum tersentuh sama sekali lembaga keuangan formal atau informal. Kemudian setelah itu kami sasar pelaku usaha yang sudah dapat layanan keuangan tapi masih butuh tambahan," ujarnya.
Untuk memaksimalkan upaya perusahaan masuk ke segmen ultra mikro, BRI menyebut sudah melakukan efisiensi jaringan bersama PNM dan Pegadaian selaku anggota Holding Ultra Mikro. Efisiensi dilakukan salah satunya melalui program Sentra Layanan Ultra Mikro atau SenyuM. Program ini membuat BRI, PNM, dan Pegadaian bisa menyalurkan grup lending yang sifatnya pemberdayaan kepada pelaku usaha ultra mikro yang unbankable.
"Kami juga buat aplikasi UMi corner untuk akuisisi dan terus tingkatkan layanan kami untuk layani 45 juta pengusaha ultra mikro," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
Sambut 2022, Ini Strategi BRI Akselerasi Pemulihan Ekonomi
(rah/rah)