Bursa Asia Ditutup Berjatuhan, Kecuali Shanghai Naik 0,8%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 January 2022 17:05
foto : Reuters/Tyrone Siu
Foto: Reuters/Tyrone Siu

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup terkoreksi pada perdagangan Selasa (18/1/2022), karena investor kembali mencerna sentimen dari pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) dan bank sentral negara maju lainnya.

Hanya indeks Shanghai Composite China yang bertahan di zona hijau pada hari ini. Shanghai ditutup melesat 0,8% ke level 3.569,91.

Sedangkan sisanya berbalik melemah pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,27% ke level 28.257,25, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,43% ke 24.112,779, Straits Times (STI) Singapura terpangkas 0,24% ke 3.280,04, KOSPI Korea Selatan merosot 0,89% ke 2,864.24, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terdepresiasi 0,47% ke 6.614,059.

Indeks Shanghai berhasil bertahan di zona hijau berkat cerahnya saham sektor infrastruktur dan properti setelah bank sentral Negeri Panda tersebut secara tak terduga memangkas biaya pinjaman jangka menengahnya.

Bank sentral China (People Bank of China/PBoC) pada Senin kemarin memangkas biaya pinjaman jangka menengah untuk pertama kalinya sejak April 2020.

Analis percaya bahwa penurunan suku bunga dapat menyebabkan belanja infrastruktur yang lebih kuat, pertumbuhan kredit dan dukungan untuk sektor real estate pada tahun 2022.

Saham sektor pengembang real estate China melonjak 4,1%, di tengah berita tentang penerbitan obligasi korporasi Shanghai Pudong Development Bank Co untuk mendanai akuisisi real estate.

Rencana penjualan obligasi oleh bank yang dikendalikan pemerintah Shanghai, menunjukkan adanya perluasan saluran pembiayaan untuk sektor properti dan diharapkan lembaga keuangan lebih banyak untuk mengikutinya.

Beijing telah mendorong pengembang properti besar dan perusahaan perbankan untuk memperoleh aset berkualitas dari perusahaan real estate yang kekurangan dana untuk mengurangi tekanan likuiditas pada sektor ini.

Sementara itu dari Jepang, bank sentralnya (Bank of Japan/BoJ) kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah -0,1%. Hal ini sejalan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan bahwa BoJ tetap akan mempertahankan suku bunga acuannya di bawah 0%.

BoJ juga mengatakan masih akan membeli sejumlah obligasi pemerintah Jepang yang diperlukan, sehingga imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Sakura bertenor 10 tahun akan tetap di kisaran 0%.

BoJ juga menaikkan target inflasi jangka pendeknya untuk tahun fiskal yang dimulai pada bulan April 2021, di mana BoJ menaikkan target inflasi menjadi 1,1%, dari sebelumnya sebesar 0,9%. Untuk tahun fiskal 2023, ekspektasi inflasi dinaikkan dari 1% menjadi 1,1%.

Tidak seperti bank sentral negara maju lainnya yang mulai hawkish, sikap BoJ cenderung masih dovish selama inflasi Jepang tidak melebihi target yang ditetapkan.

Pasar global akhir-akhir ini telah memfokuskan perhatiannya untuk menilai seberapa cepat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan bergerak untuk menaikkan suku bunga dan memperketat kebijakan moneter yang sebelumnya sangat longgar.

Nada bank sentral AS yang semakin hawkish telah menyebabkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah (Treasury) melonjak dalam beberapa hari terakhir.

Pada hari ini, yield US Treasury bertenor 10 tahun cenderung menguat 6,2 basis poin (bp) ke level 1,834%, dilansir dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular