
Batu Bara Rekor, Saham Produsennya Malah Kena Aksi Tarik Cuan

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten batu bara melemah pada awal perdagangan hari ini, Selasa (18/1/2022). Sebagian saham tersebut mengalami aksi ambil untung (profit taking) setelah cenderung naik dalam beberapa hari terakhir.
Investor tampaknya terburu-buru merealisasikan cuan kendati harga batu bara sukses melonjak ke US$ 220/ton kemarin.
Berikut pelemahan saham batu bara, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 09.47 WIB.
Bumi Resources (BUMI), -4,76%, ke Rp 60/saham
Golden Energy Mines (GEMS), -4,68%, ke Rp 6.625/saham
Alfa Energi Investama (FIRE), -2,51%, ke Rp 388/saham
Atlas Resources (ARII), -2,42%, ke Rp 242/saham
Harum Energy (HRUM), -1,83%, ke Rp 10.700/saham
TBS Energi Utama (TOBA), -1,53%, ke Rp 1.290/saham
Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), -1,37%, ke Rp 72/saham
Mitrabara Adiperdana (MBAP), -1,12%, ke Rp 3.540/saham
Perdana Karya Perkasa (PKPK), -0,96%, ke Rp 206/saham
Adaro Energy (ADRO), -0,44%, ke Rp 2.250/saham
Saham emiten Grup Bakrie BUMI menjadi yang paling melemah, yakni mencapai 4,76%. Investor asing juga tercatat melakukan jual bersih Rp 2,34 miliar di saham ini pagi ini.
Setali tiga uang, saham Grup Sinar Mas GEMS juga ambles 4,68% pagi ini, melanjutkan pelemahan 0,36% pada Senin kemarin. Sebelum ini, saham GEMS sempat reli mengalami kenaikan selama 3 hari beruntun pada minggu lalu.
Tidak hanya BUMI dan GEMS, saham ARII dan HRUM juga masing-masing terjungkal hingga minus 2,42% dan 1,83%.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 220,5/ton. Melesat 1,73% dari posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak akhir Oktober tahun lalu.
Harga batu bara benar-benar 'menggila'. Sejak akhir 2021 (year-to-date), harga komoditas ini sudah naik 29,72%.
Sepertinya apa yang terjadi di Indonesia menjadi pengerek harga batu bara. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memberlakukan larangan ekspor batu bara hingga akhir bulan ini. Walau sudah ada puluhan kapal yang diizinkan ekspor, tetapi pemerintah menegaskan larangan ekspor belum dicabut.
Masalahnya, Indonesia adalah eksportir batu bara terbesar dunia. Tanpa pasokan dari Indonesia, ketersediaan batu bara di pasar dunia tentu akan berkurang signifikan. Tidak heran harga batu bara 'terbang'.
"Indonesia adalah eksportir besar, sehingga akan mempengaruhi harga. Semua akan tergantung kapan situasi bisa normal kembali," kata Kazuhiro Ikebe, Ketua Federasi Pembangkit Listrik Jepang (FEPC), seperti dikutip dari Reuters.
Jepang adalah salah satu negara yang sangat tergantung terhadap batu bara impor. Hampir seluruh kebutuhan batu bara Negeri Matahari Terbit didatangkan dari negara lain.
Mengutip catatan US Energy Information Administration, Jepang mengimpor 210 juta ton batu bara pada 2018, menjadikan negara ini sebagai importir batu bara terbesar ketiga di dunia (hanya kalah dari China dan India). Sebanyak 99% kebutuhan batu bara Jepang adalah dari impor.
"Jika larangan ekspor diperpanjang, maka kami harus mempertimbangkan untuk mengoperasikan pembangkit listrik lain. Atau mendatangkan batu bara dari negara lain, misalnya Australia," tegas Hiroyuki Motonaga, Presiden Okinawa Electric, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Energi, Saham Batu Bara 'Meledak' di Seluruh Dunia