
Hat-hati! Dollar AS Bisa Melibas Mata Uang Garuda

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,14% di hadapan dollar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin (17/1). Untuk US$ 1 dibanderol Rp 14.315.
Rupiah sudah tembus level psikologis Rp 14.300/US$ di pasar spot. Padahal dari sisi aliran dana, asing masih mencatat aksi jual bersih atawa net buy di pasar saham domestik sebesar Rp 284 miliar di pasar reguler hingga kemarin.
Dari sisi neraca dagang pun masih surplus sebesar US$ 1,02 miliar di akhir tahun 2021. Namun posisi surplus neraca dagang bulan Desember 2021 jauh di bawah perkiraan ekonom sebesar US$ 3,05 miliar.
Ekspor tumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan dengan laju 35,3% secara tahunan atau year on year (yoy) pada bulan lalu. Jauh lebih rendah dari perkiraan konsensus CNBC Indonesia yang memperkirakan tumbuh 40,3% yoy.
Kemudian dari sisi impor pertumbuhannya juga lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan konsensus. Proyeksi ekonom yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor tumbuh 39,7% yoy.
Namun faktanya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor bulan Desember 2021 naik 47,93% yoy. Meskipun begitu neraca dagang tetap surplus dan menandai surplus dalam 20 bulan beruntun.
Surplus neraca dagang yang tinggi menunjukkan bahwa pasokan valas di Tanah Air cukup melimpah sehingga secara fundamental, kestabilan rupiah bisa tetap terjaga.
Pelemahan nilai tukar rupiah juga dibarengi dengan kenaikan indeks dolar AS. Indeks yang mengukur kekuatan greenback dengan mata uang lain tersebut menguat 0,10% ke level 95.25.
Untuk melihat arah pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot hari ini, alangkah baiknya mempertimbangkan aspek psikologis pasar yang tercermin dari indikator teknikalnya.
Analisis Teknikal
![]() Teknikal |
Pergerakan rupiah dianalisis dengan menggunakan periode harian (daily) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support).
Jika melihat posisi penutupan kemarin, rupiah tampaknya sudah menyelesaikan periode konsolidasinya dan bersiap memulai tren pelemahan. Hal ini terlihat dari gagalnya rupiah untuk menembus level resisten terdekatnya di Rp 14.288/US$.
Apabila melihat indikator Relative Strength Index (RSI) yang mengukur tekanan beli dan jual, saat ini masih berada di area netral di 52,05. Namun tekanan jual mulai terlihat.
Sebagai informasi, Indikator RSI berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.
Namun apabila menggunakan indikator teknikal lain yakni Moving Average Convergence Divergence (MACD), garis EMA 12 dan garis EMA 26 cenderung menyempit atau membentuk pola konvergen.
Di sisi lain, batang histogram pun sudah mulai menipis. Ini harus diwaspadai karena membuka peluang untuk rupiah terkoreksi setidaknya ke level support terdekatnya di Rp 14.330/US$.
Rupiah perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tapering Tekan Nilai Tukar Rupiah