
Bursa Asia Ditutup Mixed! Nikkei Melesat, Tapi KOSPI Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Asia ditutup beragam pada perdagangan Senin (17/1/2022), karena investor di kawasan tersebut cenderung merespons beragam dari rilis data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV-2021.
Indeks Nikkei Jepang ditutup melesat 0,74% ke level 28,333,52, Shanghai Composite China menguat 0,58% ke 3.541,67, dan Straits Times Singapura naik 0,18% ke posisi 3.287,95.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,68% ke level 24.218,029, KOSPI Korea Selatan ambles 1,09% ke 2.890,1, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,72% ke posisi 6.645,048.
Indeks Nikkei berhasil ditutup melesat, ditopang oleh saham produsen chip mengikuti saham-saham sektor serupa di Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat.
Saham produsen chip raksasa, Tokyo Electron menguat 0,44% dan saham Advantest bertambah 0,65%, sedangkan saham produsen chip handphone dan aplikasi otomotif, Renesas Electronics melesat 2,09%.
Di lain sisi, saham peritel fesyen Uniqlo, Fast Retailing melesat 1,86% dan menjadi penopang terbesar indeks Nikkei berdasarkan poin indeks, setelah melaporkan pendapatan yang melampaui estimasi.
Sementara itu di China, Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistic) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Panda pada tahun 2021, PDB China berhasil tumbuh 8,1%, lebih tinggi dari tahun 2020.
Meski pada tahun 2021 cenderung lebih baik dari tahun 2020, tetapi pada kuartal IV-2021, PDB Negeri Panda mencapai 4%, melambat dari kuartal III-2021 yang sebesar 4,9%.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan kasus virus corona (Covid-19) dan penurunan sektor properti. Lonjakan kasus Covid-19 China pada akhir tahun menyebabkan sejumlah daerah memberlakukan penguncian atau lockdown seperti di kota Xi'an, Kebijakan tersebut menekan aktivitas ekonomi khususnya pada tingkat konsumsi masyarakat.
Sementara itu di sektor properti, pemerintahan Xi Jinping masih berkutat pada persoalan Evergrande. Gagal bayar (default) perusahaan tersebut berdampak negatif pada kepercayaan pembeli rumah maupun investor.
China cukup agresif menghadapi perlambatan ekonomi. Antara lain dengan pelonggaran moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan serta peningkatan stimulus fiskal.
Kabar baik bagi China, banyak negara telah alami pemulihan ekonomi sehingga mampu menopang ekspor dan mendorong peningkatan aktivitas industri. Selama 2021, ekspor dan impor China tumbuh 30%.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan, perlambatan ekonomi akan berlanjut pada 2022, di mana diperkirakan pertumbuhan hanya akan mencapai 4,9%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
