
Masih Kuat, Rupiah Bisa Finish di Bawah Rp 14.300/US$?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (13/1). Indeks dolar AS yang anjlok tajam membuat rupiah mampu kembali ke zona hijau setelah kemarin menghentikan penguatan 3 hari beruntun.
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.305/US$, setelah rupiah stagnan sebelum menguat 0,14% ke Rp 14.295/US$.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah kembali ke Rp 14.305/US$.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah berpeluang mempertahankan penguatan melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi. Rupiah juga berpeluang mengakhiri perdagangan di bawah Rp 14.300/US$. Kali terakhir rupiah mengakhiri perdagangan di bawah level tersebut pada 3 Januari lalu.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.310,00 | Rp14.300,6 |
1 Bulan | Rp14.330,00 | Rp14.318,0 |
2 Bulan | Rp14.365,00 | Rp14.355,0 |
3 Bulan | Rp14.405,00 | Rp14.400,0 |
6 Bulan | Rp14.550,00 | Rp14.544,0 |
9 Bulan | Rp14.705,00 | Rp14.694,0 |
1 Tahun | Rp14.860,00 | Rp14.855,0 |
2 Tahun | Rp15.426,50 | Rp15.414,7 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Dolar AS diperkirakan akan menjadi primadona di tahun ini. Sebab, bank sentral AS (The Fed) menjadi bank sentral utama di dunia yang terdepan dalam mengetatkan kebijakan moneter.
Tetapi nyatanya dalam dua hari terakhir indeks dolar AS malah jeblok lebih dari 1%. Pada perdagangan Rabu kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini jeblok hingga 0,74% ke 94,915, yang merupakan level terendah sejak 11 November lalu. Sementara sehari sebelumnya juga turun 0,38%.
Indeks dolar AS masih jeblok meski inflasi di Amerika Serikat terus meroket. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) melesat 7% year-on-year (YoY) di bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.
Meski inflasi tinggi, nyatanya tidak mampu mendongkrak kinerja dolar AS, sebab The Fed dikatakan sudah berada di puncak hawkish.
"Perekonomian Amerika Serikat sudah siap dengan kenaikan suku bunga di bulan Maret," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (12/1).
"Masalah bagi dolar adalah pasar sudah berekspektasi tinggi jika The Fed akan hawkish di tahun ini. Jadi tingginya inflasi hanya memperkuat ekspektasi yang sudah price in terhadap nilai dolar AS," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
