
"Dibantu" China, Dolar Australia Lompat 1% Lebih Lawan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia melesat lebih dari 1% melawan rupiah pada perdagangan Rabu kemarin, melanjutkan kenaikan hari sebelumnya. Data ekonomi yang bagus dari Australia, serta "bantuan" dari China membuat dolar Australia melesat dua hari terakhir.
Melnasir data Refinitiv, kemarin dolar Australia melesat 1,15% ke Rp 10.427,05/AU$, setelah naik 0,54% hari sebelumnya. Sementara pada perdagangan Kamis (13/1), pukul 10:40 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.428,93/AU$, nyaris stagnan dibandingkan posisi penutupan kemarin.
Data dari Australia pada Selasa lalu menunjukkan penjualan ritel di bulan November 2021 melesat 7,9% dari bulan sebelumnya yang juga naik 4,9%. Kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dari prediksi pasar sebesar 3,9%.
Secara nilai, penjualan ritel di bulan November sebesar AU$ 33,41 miliar (US$ 24 miliar) yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2021.
Jika dilihat lebih detail, penjualan pakaian, alas kaki, dan asesoris pribadi mencatat rekor kenaikan 38,2%. Rekor juga terjadi di penjualan peralatan rumah tangga yang naik 26%.
"Para konsumen berbelanja lebih awal untuk menghindari kesulitan pengiriman dan keterbatasan persediaan menjelang perayaan Natal," kata Ben James, direktur statistik ekonomi ABS, sebagaimana diwartakan Reuters.
ABS juga melaporkan surplus neraca dagang di bulan November menyempit menjadi AU$ 9,4 miliar, akibat melesatnya impor. Hal tersebut tentunya menjadi kabar bagus, sebab bisa menjadi indikasi roda perekonomian berputar lebih kencang. Ekspor dilaporkan tumbuh 2%, sementara impor melesat 6%.
Sementara kemarin, data dari China menunjukkan inflasi di sektor produsen (producer price index/PPI) bulan Desember melambat menjadi 10,3% year-on-year (yoy) dari sebelumnya 12,9% (yoy). Penurunan tersebut lebih tajam dari prediksi 11,3%, dan berada di level terendah dalam 5 bulan terakhir.
Pelambatan PPI tersebut semakin membuat lega pelaku pasar, di mana China sudah semakin jauh dari stagflasi, yakni pertumbuhan ekonomi stagnan tetapi inflasi sangat tinggi.
Sebelumnya PPI China sempat melesat 13,5% (yoy) pada Oktober tahun lalu, yang merupakan level tertinggi dalam 26 tahun terakhir.
Meredanya kecemasan stagflasi memberikan dampak positif ke Australia, sebab China merupakan mitra dagang utamanya. Hal tersebut membuat dolar Australia melesat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
