Wahai Pecinta Mata Uang Asing, Yakin Mau Simpan Dolar AS?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 13/01/2022 08:16 WIB
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menjadi primadona di tahun ini. Sebab, bank sentral AS (The Fed) menjadi bank sentral utama di dunia yang terdepan dalam mengetatkan kebijakan moneter.

Tetapi nyatanya dalam dua hari terakhir indeks dolar AS malah jeblok lebih dari 1%. Pada perdagangan Rabu kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini jeblok hingga 0,74% ke 94,915, yang merupakan level terendah sejak 11 November lalu. Sementara sehari sebelumnya juga turun 0,38%.


Indeks dolar AS masih jeblok meski inflasi di Amerika Serikat terus meroket. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) melesat 7% year-on-year (YoY) di bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.

Meski inflasi tinggi, nyatanya tidak mampu mendongkrak kinerja dolar AS, sebab The Fed dikatakan sudah berada di puncak hawkish.

"Perekonomian Amerika Serikat sudah siap dengan kenaikan suku bunga di bulan Maret," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (12/1).

"Masalah bagi dolar adalah pasar sudah berekspektasi tinggi jika The Fed akan hawkish di tahun ini. Jadi tingginya inflasi hanya memperkuat ekspektasi yang sudah price in terhadap nilai dolar AS," tambahnya.

Selain itu, data dari Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi beli bersih (net long) pada pekan yang berakhir 4 Januari turun menjadi US$ 18,87 miliar dari pekan sebelumnya US$ 19,15 miliar.

Net long tersebut merupakan posisi dolar AS melawan yen Jepang, euro, poundsterling, franc Swiss, dolar Kanada dan Australia.

Foto: Refinitiv
dxy

Tidak hanya melawan mata uang tersebut, net long juga turun terhadap mata uang G10 serta emerging market. Data dari CFTC menunjukkan posisi net long terhadap mata uang tersebut turun menjadi US$ 19,479 miliar dari sebelumnya US$ 19,759 miliar.

Artinya, meski The Fed agresif melakukan normalisasi kebijakan moneter, para spekulan justru "membuang" dolar AS.

Rilis data posisi spekulatif selanjutnya bisa memberikan gambaran lebih jelas apakah spekulan masih terus membuang dolar AS. Sebab, rilis notula rapat kebijakan moneter pada Kamis (6/1) menunjukkan beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi setelah suku bunga dinaikkan.

Foto: Refinitiv

Jika data posisi spekulatif dolar AS selanjutnya masih menunjukkan penurunan, artinya sentimen terhadap dolar AS bisa jadi memang sudah mencapai puncaknya dan sedang menurun. Hal ini tentunya bisa memberikan tekanan bagi dolar AS di tahun ini. Sebab, pergerakan indeks dolar AS cenderung mengikuti posisi spekulatifnya.

Gambar di atas menunjukkan posisi spekulatif dolar AS (garis oranye) dan indeks dolar AS (garis ungu). Terlihat pergerakan keduanya cenderung searah, sehingga jika posisi net long terus terpangkas, bahkan jika sampai berbalik menjadi net sell maka dolar AS bisa jadi akan terpuruk.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beda Arah "Jurus" Bank Sentral Dunia Atasi Ketidakpastian Dunia