
Bursa Asia Ambles Lagi! Hanya STI-KOSPI yang Menghijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (11/1/2022). Pelemahan ini ditengarai karena investor masih khawatir dengan potensi meningginya inflasi global dan adanya kemungkinan pengetatan kebijakan moneter bank sentral global, seperti halnya di bank sentral Amerika Serikat (AS).
Hanya indeks Straits Times (STI) Singapura dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Indeks saham Negeri Singa ditutup menguat 0,6% ke level 3.246,37 dan indeks saham Negeri Ginseng berakhir naik tipis 0,02% ke posisi 2,927.38.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah pada hari ini, Indeks Nikkei Jepang ditutup merosot 0,89% ke level 28.223,98, Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,03% ke 23.739,06, Shanghai Composite China terkoreksi 0,73% ke 3.567,44, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,64% ke posisi 6.647,97.
Indeks Nikkei memimpin pelemahan bursa Asia pada hari ini, mengekor koreksi di bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Senin kemarin waktu AS, di tengah kehati-hatian investor terkait potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dipercepat.
Di lain sisi, melonjaknya imbal hasil (yield) surat berharga pemerintah Negeri Paman Sam pada perdagangan kemarin membuat saham-saham teknologi di Jepang turut ambles dan memperberat Nikkei hari ini.
Saham teknologi tersebut, yakni saham produsen chip, Tokyo Electron ambles 3,34%, saham SoftBank Group merosot 2,35%, dan saham pembuat sensor Keyence ambruk hingga 7,89%.
"Pasar saham Jepang terseret oleh koreksi Wall Street kemarin dan sikap hati-hati investor mengenai prospek kebijakan moneter AS," kata Shoichi Arisawa, general manager di departemen riset investasi di IwaiCosmo Securities, dikutip dari Reuters.
Tak hanya di Jepang saja, sebagian besar pelaku pasar di Asia juga masih merespons negatif dari potensi pengetatan kebijakan moneter The Fed.
Investor di benua Kuning juga fokus kepada data inflasi yang akan berbuah pengetatan kebijakan moneter The Fed.
Pelaku pasar masih menunggu aba-aba dari The Fed mengenai arah kebijakan suku bunga acuan yang akan disampaikan pada Selasa oleh Ketua The Fed, Jerome Powell. Pada hari yang sama, Presiden The Fed Cabang Kansas Esther George juga dijadwalkan akan memberikan komentar mengenai aturan ekonomi.
Selain itu, investor di Asia juga khawatir dengan perkembangan terbaru dari virus corona (Covid-19).
Sejauh ini, varian Omicron telah memicu gelombang baru infeksi Covid-19 secara global dan tetap menjadi momok bagi perekonomian dunia.
Di pekan pertama Januari 2022, kasus infeksi harian Covid-19 global mengalami kenaikan yang tajam. Jika di akhir Desember kasus harian masih di kisaran 1 juta, per 8 Januari 2022 rerata kasus harian dalam sepekan sudah naik 2x menjadi 2,2 juta.
Belum juga varian Omicron tuntas, ilmuwan kembali menemukan varian baru Covid-19 yang memiliki karakteristik seperti Omicron dan Delta sehingga disebut sebagai Deltacron. Varian ini ditemukan di Siprus dan sudah ada 25 kasus.
"Saat ini ada koinfeksi Omicron dan Delta dan kami menemukan strain ini yang merupakan kombinasi dari keduanya," kata peneliti, Profesor Ilmu Biologi Universitas Siprus Leondios Kostrikis dalam sebuah wawancara dengan TV lokal, Sigma.
Terkait apakah lebih berbahaya atau tidak, peneliti masih harus melakukan penelitian dan mengumpulkan lebih banyak bukti dan data untuk mengambil konklusi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
