Rupanya Ini yang Bikin Aset Kripto Mager & Nyungsep
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas kripto berkapitalisasi pasar besar (big cap) berbalik terkoreksi pada perdagangan Selasa (11/1/2022) pagi waktu Indonesia, karena investor masih khawatir dengan potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) serta perkembangan terbaru dari virus corona (Covid-19) global.
Melansir data dari CoinMarketCap per pukul 09:00 WIB, hanya satu koin digital (token) berjenis stablecoin yakni USD Coin yang menguat tipis pada pagi hari ini.
Sementara sisanya berbalik terkoreksi pada hari ini. Bitcoin turun tipis 0,01% ke level harga US$ 41.764,37/koin atau setara dengan Rp 600.989.284/koin (asumsi kurs Rp 14.390/US$), Ethereum merosot 2,42% ke level US$ 3.071,39/koin atau Rp 44.197.302/koin, Solana ambles 4,3% ke US$ 134,71/koin (Rp 1.938.477/koin), dan Terra ambruk 4,5% ke US$ 69,2/koin (Rp 995.788/koin).
Berikut pergerakan 10 kripto besar berdasarkan kapitalisasi pasarnya pada hari ini.
Bitcoin kembali diperdagangkan di kisaran level US$ 41.000 pada pagi hari ini karena investor masih merespons negatif dari potensi diperketatnya kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).
Koreksi di pasar kripto yang kembali terjadi pada hari ini sejalan dengan masih terkoreksinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Senin kemarin, meskipun pelemahannya mulai cenderung berkurang.
Gejolak di pasar keuangan global berbasis risiko diakibatkan oleh naiknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun yang menjadi acuan masih melanjutkan tren kenaikan dan mendekati level 1,8%. Padahal di akhir tahun lalu, yield Treasury tersebut masih berada di level 1,5%.
Di sisi lain, para pelaku pasar juga masih menantikan rilis data inflasi AS bulan Desember 2021. Sebagai catatan, Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada November 2021 naik 6,8% dan menjadi kenaikan tertingginya dalam 4 dekade terakhir.
Pelaku pasar masih melihat inflasi di AS tetap membandel di penghujung tahun 2021. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS di akhir tahun bakal tembus 7% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Dikarenakan inflasi yang tetap tinggi dan seolah enggan turun, The Fed selaku bank sentral AS mulai turun tangan. Injeksi likuiditas lewat pembelian aset (quantitative easing/QE) pun direm (tapering).
Lebih lanjut, otoritas moneter AS tersebut juga bersiap menaikkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) serta mengurangi porsi obligasi pada neraca (balance sheet).
The Fed diperkirakan bakal mulai menaikkan suku bunga acuannya pada Maret 2022 nanti. Jika mengacu pada dot plot The Fed, ada ruang 3x kenaikan FFR di tahun ini.
Namun, Goldman Sachs memiliki pandangan bahwa The Fed akan lebih hawkish dan bisa menaikkan suku bunga hingga 4x.
Selain itu, pasar juga memantau perkembangan terbaru seputar virus corona (Covid-19) di global, di mana ilmuwan di beberapa negara kembali menemukan varian baru Covid-19 yang memiliki karakteristik seperti Omicron dan Delta sehingga disebut sebagai Deltacron. Varian ini ditemukan di Siprus dan sudah ada 25 kasus.
Saat ini ada koinfeksi Omicron dan Delta dan kami menemukan strain ini yang merupakan kombinasi dari keduanya. Penemuan itu dinamai Deltacron karena identifikasi genetik mirip Omicron," kata peneliti Profesor Ilmu Biologi Universitas Siprus, Leondios Kostrikis dalam sebuah wawancara dengan TV lokal, Sigma.
Terkait apakah lebih berbahaya atau tidak, peneliti masih harus melakukan penelitian dan mengumpulkan lebih banyak bukti dan data untuk mengambil konklusi.
Sementara itu dari beberapa kripto alternatif (altcoin), Avalanche dan Polygon pun sempat menguat hingga sekitar 4%, tetapi pada akhirnya kembali terkoreksi dalam 24 jam terakhir.
Sebagian besar altcoin berkinerja lebih buruk dari Bitcoin pada perdagangan kemarin, yang menunjukkan bahwa selera risiko investor kripto masih cenderung rendah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)