IHSG Tertinggal Dengan Mayoritas Bursa Asia Hari Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup menguat pada perdagangan Senin (10/1/2022), di tengah sikap investor yang masih mengamati dampak sentimen dari naiknya kasus virus corona (Covid-19) global dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Hang Seng ditutup menguat 1,08% ke level 23.746.539, sementara Shanghai Composite China menguat 0,39% ke 3.593,52. Kemudian, Straits Times Singapura terapresiasi 0,68% ke 3.227,05.
Sedangkan untuk indeks KOSPI Korea Selatan ditutup merosot 0,95% ke level 2.926,72 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,15% ke posisi 6.691,12. Sementara untuk indeks Nikkei Jepang pada hari ini ditutup karena adanya libur nasional.
Indeks Hang Seng memimpin penguatan bursa Asia pada hari ini, karena ditopang oleh menguatnya kembali saham-saham teknologi dan properti China.
Indeks Hang Seng Tech melesat hampir 2,2% pada hari ini. Indeks tersebut telah melesat lebih dari 7% dari rekor terendahnya yang dicapai Kamis pekan lalu, karena beberapa investor melakukan aksi jual di saham teknologi China yang dipicu oleh kekhawatiran atas tindakan keras Beijing yang dinilai sudah berlebihan.
Sedangkan beberapa saham properti naik ke level tertinggi selama empat minggu beruntun, dipimpin oleh saham pengembang properti Shimao Group Holdings. Shimao melonjak 19% setelah Caixin melaporkan bahwa pengembang properti telah menjual semua proyek real estate-nya, termasuk properti residensial dan komersial untuk mempercepat pelepasan aset.
Sejatinya, investor mulai kembali memburu saham setelah pada pekan lalu mereka sempat melepasnya karena khawatir dengan sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang semakin agresif atau hawkish.
Pekan lalu, notula rapat The Fed edisi Desember 2021 menunjukkan bahwa para pejabat The Fed siap untuk secara agresif mengetatkan kebijakan moneternya. The Fed berencana untuk menaikan suku bunga acuan dan mengecilkan neracanya.
Data kontrak CME FedWatch yang terbaru bahkan menunjukkan The Fed kemungkinan menaikkan suku bunga acuan pertama kali di bulan Maret 2022 dengan probabilitas lebih dari 60%.
Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya di November dan Desember tahun lalu ketika pelaku pasar memprediksi kenaikan suku bunga pertama kali bakal dilakukan di bulan Juni 2022.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun kembali naik pada Jumat pekan lalu, naik nyaris 1,8% setelah rilis data penggajian non-pertanian (non-farm payroll/NFP) periode Desember 2021,
Data NFP AS menunjukan hanya 199.000 pekerjaan yang bertambah pada periode tersebut, jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan sebesar 422.000 pekerjaan.
Kendati cukup mengecewakan, ada beberapa poin di laporan ketenagakerjaan AS yang mencerminkan bahwa ekonomi terus menunjukkan pemulihan dan kenaikan inflasi.
Hal tersebut tampak dari rerata pendapatan per jam yang naik 0,6% serta tingkat pengangguran yang berada di level 3,9% terendah sejak Februari 2020 dan lebih rendah dari proyeksi pasar di 4,1%.
Di lain sisi, kasus Covid-19 global terus meningkat tajam menyusul munculnya varian Omicron yang sangat menular. Di AS, Australia, dan Inggris, pemerintah setempat telah melaporkan rekor terbaru kasus harian dalam beberapa pekan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)