Kenalkan Deltacron, Varian Corona Yang Bisa Bikin IHSG Jeblok
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatat penguatan 1,82% sepanjang pekan lalu ke 6.701,316 di saat pasar saham global sedang berfluktuasi akibat kejutan dari bank sentral Amerika Serikat (AS).
IHSG kini berjarak 0,79% dari rekor tertinggi sepanjang masa yang dicapai pada 22 November tahun lalu.
Kinerja bursa kebanggaan Tanah Air terbilang bagus jika melihat bursa saham AS (Wall Street) yang justru jeblok. Indeks S&P 500 jeblok 1,87% dalam sepekan, meski sebelumnya sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Pada perdagangan Jumat (7/1), S&P 500 juga melemah 0,41% yang bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar Asia pada perdagangan Senin (10/1), termasuk IHSG.
Pagi ini, indeks S&P 500 berjangka (futures) juga langsung masuk ke zona merah, yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar kurang bagus.
Apalagi, sentimen negatif terkait virus corona kembali membayangi. Varian Omicron dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan, tetap penyebarannya lebih cepat dibandingkan varian lainnya.
Tetapi kini ilmuwan di Cyprus telah menemukan varian gabungan antara Omicron dan varian Delta yang bisa menimbulkan gejala parah, varian tersebut dinamai "Deltacron".
Sebelumnya pada akhir tahun 2021 lalu istilah Deltacron sudah muncul tetapi bukan untuk menyebut varian baru, melainkan untuk menyebut melonjaknya kasus Covid-19 karena varian Delta dan Omicron.
Tetapi, Profesor Ilmu Biologi di Universitas Cyprus, Leondios Kostrikis, kini menemukan varian Deltacron yang asli.
Dalam laporannya, sejauh ini Kostrikis dan timnya telah menemukan 25 kasus virus jenis ini. Namun, mereka mengungkapkan masih belum bisa mengumumkan ke publik sejauh apa dampak dari varian Deltacron dan bagaimana dampaknya.
Jika Deltacron menyebar lebih cepat seperti Omicron, dan menimbulkan gejala yang parah seperti Delta, hal ini tentunya membuat masyarakat kembali was-was dan menjadi sentimen negatif bagi pasar finansial global.
Secara teknikal, penguatan IHSG pada hari Jumat terjadi setelah indikator Stochastic pada grafik 1 jam kemarin masuk wilayah jenuh jual (oversold) dan munculnya pola Hammer pada Kamis (6/1).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Sementara pola Hammer merupakan sinyal rebound. Namun, penguatan pada perdagangan Jumat juga memunculkan pola Shooting Star yang merupakan lawan dari Hammer. Artinya, pola yang memberikan sinyal penurunan harga.
Apalagi, Stochastic kini sudah berada di wilayah overbought, risiko koreksi tentunya semakin besar.
Support terdekat berada di 6.670 penembusan ke bawahnya bisa membawa IHSG ke 6.650.
Support kuat berada di kisaran 6.600 hingga 6.610 yang merupakan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) pada grafik harian.
Sementara itu selama mampu bertahan di atas support, IHSG berpeluang menguat ke 6.740. Penembusan ke atas level tersebut akan membuka peluang IHSG untuk memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/vap)