Cadev RI Merosot US$ 1 Miliar, BI Sudah Siap "Hadapi" Fed?
Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (Cadev) Indonesia turun hingga US$ 1 miliar di bulan Desember dan berada di level terendah dalam 3 bulan terakhir. Bank Indonesia (BI) menyebut penurunan tersebut dipengaruhi pembayaran utang pemerintah.
BI pada hari ini melaporkan pada akhir Desember cadangan devisa sebesar US$ 144,9 miliar, turun dari bulan sebelumnya 145,9 miliar. Meski penurunanya cukup besar, tetapi cadangan devisa masih tinggi dan tidak jauh dari rekor US$ 146,9 miliar pada September lalu.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,0 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis BI dalam keterangan resminya, Jumat (7/1).
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan."
Selain pembayaran utang pemerintah ada kemungkinan cadangan devisa juga digunakan untuk intervensi di bulan Desember. Sebab pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan setelah bank sentral AS (The Fed) mengumumkan akan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.
Seperti diketahui, BI menerapkan kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas rupiah. Intervensi dilakukan pasar Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Melansir data Refinitiv, pada 6 Desember lalu, rupiah sempat menyentuh level Rp 14.448/US$ yang merupakan level terlemah dalam lebih dari 3 bulan. Hingga hari itu, rupiah tidak pernah menguat dalam 12 hari perdagangan.
Meski demikian, setelahnya rupiah perlahan bangkit dan mampu mencatat penguatan 0,5% sepanjang Desember.
Tekanan bagi rupiah juga terlihat dari capital outflow di pasar obligasi selama bulan Desember.
Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan (DJPPR), menunjukkan pada akhir Desember kepemilikan investor asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 891,34 triliun. Sementara pada akhir November nilai kepemilikannya sebesar Rp 918,45 triliun, artinya pada bulan terakhir 2021 terjadi capital outflow lebih dari Rp 27 triliun.
Arus modal keluar tersebut cukup besar, sehingga ada kemungkinan BI juga menggunakan cadangan devisanya untuk melakukan intervensi di pasar obligasi. Hal tersebut juga terlihat dari kepemilikan SBN BI yang mengalami peningkatan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Bisa Lebih Agresif di Tahun Ini
(pap/pap)