
Cuma Bisa Pasrah, Rupiah Bakal Melemah 4 Hari Beruntun!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (6/1). Mata Uang Garuda berada di level terlemah dalam satu bulan terakhir dan nyaris menembus Rp 14.400/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,24% ke Rp 14.390/US$. Sempat memangkas pelemahan ke Rp 14.372/US$, rupiah kembali melemah hingga 0,28% ke Rp 14.395/US$ dan tertahan di level tersebut pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan tertekan terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi. Dengan demikian, rupiah kini berisiko mencatat pelemahan 4 hari beruntun.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.391,20 | Rp14.394,0 |
1 Bulan | Rp14.433,60 | Rp14.414,0 |
2 Bulan | Rp14.462,00 | Rp14.464,0 |
3 Bulan | Rp14.517,00 | Rp14.504,0 |
6 Bulan | Rp14.661,80 | Rp14.659,0 |
9 Bulan | Rp14.805,70 | Rp14.804,0 |
1 Tahun | Rp14.958,90 | Rp14.959,0 |
2 Tahun | Rp15.468,70 | Rp15.518,6 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) edisi Desember yang menunjukkan normalisasi kebijakan moneter bisa dilakukan lebih agresif membuat rupiah tertekan.
Tidak hanya menaikkan suku bunga, beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi.
"Peserta rapat kebijakan moneter secara umum mencatat bahwa, melihat outlook individual terhadap perekonomian, pasar tenaga kerja dan inflasi, mungkin diperlukan kenaikan suku bunga lebih awal atau dengan laju yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta juga mencatat akan tepat jika segera mulai mengurangi nilai neraca setelah suku bunga dinaikkan," tulis notula The Fed yang dikutip Reuters, Kamis (6/1).
Data ekonomi dari AS juga mendukung hal tersebut, inflasi sudah sangat tinggi dan pasar tenaga kerja terus membaik.
ADP melaporkan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam pada Desember 2021 mencapai 807.000. Jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 400.000.
Pasar tenaga kerja yang bangkit, plus inflasi tinggi, tentu membuat The Fed memang harus segera 'menginjak rem'. Bahkan pelaku pasar memperkirakan Federal Funds Rate bisa naik tiga kali tahun ini.
"Notula rapat FOMC hari ini membuat segalanya menjadi terang-benderang. Kartu kenaikan suku bunga tiga kali pada tahun ini ada di atas meja," ujar Dave Donabedian, Chief Investment Officer di CIBC Private Wealth, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
