Emiten Batu Bara Dihantui Penurunan Kinerja dan Wanprestasi

Monica Wareza, CNBC Indonesia
06 January 2022 09:51
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten batu bara di dalam negeri saat ini dihantui dengan penurunan kinerja dan wanprestasi terhadap pembelinya di luar negeri. Hal ini menyusul kebijakan pelarangan ekspor yang ditetapkan pemerintah mulai awal Januari ini.

Beberapa emiten mengakui hal ini tengah dipantau dampaknya pada kinerja perusahaan. Bergantung pada berapa lama kebijakan tersebut akan diberlakukan pemerintah, di mana saat ini kebijakan tersebut diterapkan selama sebulan penuh di Januari 2022.

Manajemen PT Indika Enegy Tbk (INDY) mengatakan larangan ekspor batu bara tersebut akan dapat memberikan dampak material kepada perusahaan.

"Dampak material tersebut akan sangat tergantung dari berapa lama larangan ekspor tersebut diberlakukan. Sampai saat ini kami masih melakukan penelaahan atas dampak larangan tersebut terhadap kinerja keuangan, kegiatan operasional, permasalahan hukum dan kelangsungan usaha Perseroan dan/atau Entitas Anak Perseroan," jelas manajemen perusahaan, dikutip Kamis (6/1/2022).

Dijelaskan, dampak yang paling jelas terlihat adalah hilangnya pendapatan dari penjualan batu bara dan kerugian lainnya, seperti demurrage, pembatalan tongkang dan kapal serta penalti.

Selain itu, akan terdapat potensi wanprestasi atas kontrak dengan pelanggan, pemasok, dan/atau pihak terkait lainnya, tergantung dari berapa lama larangan ekspor batu bara diberlakukan.

Upaya yang dilakukan perusahaan untuk menghindari masalah ini adalah melakukan komunikasi secara intensif dengan pembeli luar negeri dan bernegosiasi untuk meminimalkan risiko dan dampak komersial akibat tertundanya pengiriman di bulan Januari.

Perusahaan juga akan menyesuaikan tingkat produksi jika proses pelarangan ekspor tetap berlangsung untuk menjaga level stok yang tidak melebihi kapasitas.

Lebih lanjut, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menyebutkan larangan ekspor ini berpotensi tidak terpenuhinya kewajiban pengiriman batu bara kepada pelanggan sesuai dengan kontraknya.

Mitigasi yang dilakukan perusahaan agar tak terjadi wanprestasi ini adalah dengan memberitahukan kepada pelanggan mengenai adanya kebijakan ini dan potensi pernyataan keadaan kahar dan/atau penjadwalan ulang atas pengiriman batu bara jika larangan ini tidak dicabut dalam waktu dekat.

Kedua emiten ini menegaskan bahwa pihaknya telah memenuhi ketentuan pemenuhan pasokan batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang ditetapkan pemerintah.

Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengungkapkan larangan pemerintah ini memiliki potensi kondisi keadaan kahar alias force majeur.

Di samping itu juga ada potensi demurrage dan penalti yang mungkin terjadi akibat tertahannya pengiriman batu bara ke luar negeri.

"Perseroan berharap agar pemerintah segera mencabut larangan ekspor terhadap perusahaan yang telah memenuhi Kewajiban Pasar Domestik," ungkap manajemen.

Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa langkah ini harus diambil dan bersifat sementara guna menjaga keamanan dan stabilitas kelistrikan dan perekonomian nasional.

Kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik pada akhir Desember 2021 dan Januari 2022 ini mengancam pasokan listrik bagi 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri di Jawa, Madura, Bali (Jamali), maupun non Jamali.

Hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam bila pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tak kunjung dipasok oleh perusahaan batu bara.


(mon/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Strategi Indika Energy Sasar Potensi Proyek Non Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular