
Alert IHSG! Bursa Asia Dibuka Berjatuhan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka terkoreksi pada perdagangan Kamis (6/1/2022), menyusul koreksinya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Rabu waktu setempat karena investor merespons negatif dari hasil rapat bank sentral AS kemarin.
Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,65%, Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,07%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,41%, Straits Times Singapura terpangkas 0,48%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,92%.
Investor akan kembali memantau pergerakan saham pengembang properti China yang kini masih dilanda krisis likuiditas, yakni Evergrande Group, setelah Reuters melaporkan bahwa perusahaan berpotensi menunda kembali pembayaran obligasi dalam negerinya selama enam bulan.
Evergrande akan meminta penundaan selama enam bulan dalam penebusan dan pembayaran kupon obligasi senilai 4,5 miliar yuan (US$ 157 juta) dalam pertemuan dengan pemegang obligasi akhir pekan ini.
Hingga saat ini, Evergrande masih berjuang untuk membayar obligasinya lebih dari US$ 300 miliar, termasuk hampir US$ 20 miliar obligasi luar negeri yang telah dianggap gagal bayar (default) oleh lembaga pemeringkat internasional pada Desember 2021 lalu.
Di lain sisi, bursa Asia cenderung mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street pada Rabu kemarin waktu AS, di mana ketiga indeks utama di Wall Street ambruk.
Dow Jones ditutup merosot 1,07% ke level 36.407,109, S&P 500 ambles 1,94% ke 4.700,64, dan Nasdaq ambruk hingga 3,34% ke posisi 15.100,17.
Investor merespons negatif dari hasil rapat atau minutes of meeting bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), di mana The Fed berpotensi semakin hawkish.
Dalam rapat edisi Desember2021, Ketua The Fed, Jerome 'Jay' Powell dan para koleganya menyebut pasar tenaga kerja sudah sangat ketat dan inflasi terus meninggi. Hal ini membat The Fed sepertinya harus menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.
"Para peserta rapat secara umum mencatat bahwa tidak bisa menghindari kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta rapat juga mencatat sudah saatnya mengurangi beban neraca (balance sheet) setelah kenaikan Federal Funds Rate," sebut notula itu.
Pasar pun langung bereaksi. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan dalam rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) edisi Maret 2022 mencapai 64,1%.
"Indikasi The Fed semakin khawatir dengan inflasi akan menciptakan pandangan bahwa mereka akan melakukan pengetatan kebijakan secara agresif pada 2022. Lebih hawkish dari dugaan," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Adivisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga acuan membuat imbal hasil (yield) instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi akan ikut terkerek. Hasilnya, arus modal meninggalkan pasar saham dan hinggap ke obligasi pemerintah AS.
Sementara itu dari data ekonomi AS, ADP melaporkan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam pada Desember 2021 mencapai 807.000. Jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 400.000.
Pasar tenaga kerja yang bangkit, plus inflasi tinggi, tentu membuat The Fed memang harus segera 'menginjak rem'. Bahkan pelaku pasar memperkirakan Federal Funds Rate bisa naik tiga kali tahun ini.
"Notula rapat FOMC hari ini membuat segalanya menjadi terang-benderang. Kartu kenaikan suku bunga tiga kali pada tahun ini ada di atas meja," ujar Dave Donabedian, Chief Investment Officer di CIBC Private Wealth, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
