
Pasar Masih Optimis, IHSG Masih Menguat di Sesi I

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup positif pada penutupan perdagangan sesi I Selasa (4/1/2022). Penguatan ini sejalan dengan pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Senin kemarin waktu setempat, di mana tiga indeks utama di bursa AS ditutup menghijau.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup menguat 0,4% ke level 6.692,278. Pada sekitar pukul 09:30 WIB, IHSG sempat menyentuh level psikologis di 6.700. Namun pada pukul 10:00 WIB, penguatan IHSG cenderung terpangkas hingga penutupan perdagangan sesi I.
Nilai transaksi IHSG pada perdagangan sesi I hari ini baru mencapai Rp 6,4 triliun, dengan 254 saham menguat, 243 saham melemah, dan 169 saham stagnan. Investor asing pun kembali mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 63 miliar di pasar reguler.
Pada perdagangan sesi I hari ini, investor asing melakukan pembelian bersih di saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 74 miliar. Selain di saham BBNI, asing juga mengoleksi saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp73 miliar.
Dari pergerakan sahamnya pada perdagangan sesi I, saham BBNI terpantau melesat 3,72% ke level Rp 6.975/unit. Sedangkan saham BBCA menguat 1,02% ke level Rp 7.400/unit.
Sementara penjualan bersih dilakukan asing di saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp 94 miliar dan di saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 19 miliar.
Saham ADRO merosot 3,8% ke level harga Rp 2.280/unit, sedangkan saham TLKM melemah 0,48% ke level Rp 4.160/unit.
Dari sisi nilai transaksi, saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) memimpin dengan total nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 440 miliar dan Rp 405 miliar, diikuti BBCA senilai Rp 342 miliar.
Terdapat sejumlah sentimen yang dapat mempengaruhi pasar. Pertama tentu perkembangan positif di Wall Street. Hijaunya Wall Street menjadi penyemangat bagi pelaku pasar di Asia untuk mencapai hal yang sama, termasuk di Indonesia.
Sentimen kedua, ada kabar kurang sedap dari China. Kabar yang menghantui sejak tahun lalu, yaitu krisis likuiditas properti China berupa gagal bayarnya (default) obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan properti China tersebut.
Potensi default membayangi perusahaan properti Negeri Panda, paling heboh tentu yang dialami Evergrande, perusahaan properti terbesar kedua di China. Tahun lalu, krisis properti China (terutama yang dialami Evergrande) menjadi sentimen negatif di pasar.
Sentimen terakhir datang dari dalam negeri. Akhir pekan lalu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor batu bara selama sebulan.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan pasokan batu bara ke pembangkit listrik, yang pasokannya semakin menipis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000