
Meledak! Bursa Saham RI di 2021 jadi Milik Investor Ritel

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2021 tampak menjadi momentum bagi para investor ritel di pasar saham, terutama di Amerika Serikat (AS). Para investor kecil tersebut menunggangi ombak pasar saham tahun ini didorong oleh proses pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pencetakan uang oleh bank sentral alias suntikan likuiditas hingga bantuan tunai pemerintah.
Prasyarat menjamurnya perdagangan alias trading saham ritel memang sudah terlihat sejak masa sebelum pandemi, seiring platform mobile memungkinkan seseorang bisa membeli saham atau fraksi dari suatu saham dengan komisi yang sangat kecil.
"Semua orang bisa mendapatkan bagiannya," kata Ben Phillips, pilot berusia 30 tahun yang berbasis di London yang mulai bermain saham (trading) pada 2019 kepada Reuters.
Ben sejatinya menyebut dirinya investor jangka panjang, tetapi trading harian ia anggap juga "sebagai semacam kesenangan, dan sedikit perjudian".
Gelombang investor ritel adalah "alasan utama" permintaan saham global mencapai US$ 1,1 triliun atau setara dengan Rp 15.730 triliun (kurs Rp 14.300/US$) tahun ini, mengacu pada data ahli strategi JPMorgan Nikolaos Panigirtzoglou.
"Dengan bertindak sebagai trader momentum, investor ritel kemungkinan besar akan terus menyebarkan pasar ekuitas, setidaknya untuk tahun mendatang. Mereka tidak akan memiliki alternatif karena suku bunga akan tetap mendekati 0%," tambahnya.
Pemborong Jumbo
Perdagangan saham ala investor ritel, tidak seperti kehebohan saham meme beberapa waktu lalu, tampaknya tidak akan pudar.
Investor ritel AS telah membeli saham di bursa saham Negeri Paman Sam, alias Wall Street, senilai US$ 281 miliar sepanjang tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan US$ 240 miliar pada 2020 dan US$ 38 miliar pada 2019, berdasarkan Vanda.
Menurut perkiraan perusahaan analitik Trade Alert, ramainya investor yang terjun ke opsi saham (stock option), mengangkat volume saham AS lebih dari 40% dari tahun 2020.
Opsi saham adalah hak yang dimiliki oleh pihak untuk membeli (call option) dan/atau menjual (put option) kepada pihak lain atas sejumlah saham (Underlying Stock) pada harga (Strike Price) dan dalam waktu tertentu.
JPMorgan juga menyebut, para ritel tersebut juga menjadi menguasai setengah dari perdagangan opsi saham tunggal alias bertaruh pada saham individu.
Hal tersebut pada gilirannya membuat pangsa opsi tersebut terhadap total volume opsi ke rekor tertinggi tahun ini.
Kehebohan investor ritel terlihat paling menonjol di pasar saham AS. Bahkan, platform saham populer di Eropa mengatakan, lalu lintas (traffic) perdagangan saham tertinggi terjadi di saham perusahaan AS seperti Tesla, Nio, Apple, Amazon dan GameStop. Nama terakhir adalah salah satu saham yang paling menonjol di era 'kegilaan' saham meme tahun ini.
Namun, Reuters mencatat, tren bangkitnya investor ritel tersebut mulai meluas.
Bursa saham Moskow Rusia mengatakan 26 juta akun ritel terdaftar di sana, naik empat kali lipat dari awal 2020. Melihat itu, pihak bursa maupun pialang (broker) saham Tinkoff pun berencana untuk memperpanjang jam perdagangan, termasuk hingga akhir pekan.
Sementara itu, di India, 19% perdagangan pada bulan November dilakukan melalui ponsel - barometer utama aktivitas ritel-menurut data Bursa Saham Bombay. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan 7% pada November 2019.
Kendati demikian, pertumbuhan aktivitas perdagangan saham tercatat menurun. Hal ini mungkin disebabkan oleh sinyal kenaikan suku bunga oleh bank sentral ke depan.
Platform saham online eToro, yang memiliki dua pertiga pelanggannya di Eropa, mencatat 106 juta perdagangan pada kuartal ketiga 2021. Jumlah tersebut setengah dari total kuartal pertama tahun ini, meskipun jauh di atas level awal 2019 sebesar 63 juta.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Di masa pandemi Covid-19, investor ritel domestik juga tumbuh pesat. Hal ini menjadikan investor ritel domestik kian menguasai transaksi di pasar modal Tanah Air.
Diwartakan CNBC Indonesia, Selasa (16/11/2021), Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, sampai dengan akhir Oktober 2021, jumlah investor pasar modal mencapai 6,7 juta SID atau tumbuh 7,5 kali lipat sejak tahun 2016.
Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi mengungkapkan, dari jumlah tersebut, investor saham tumbuh paling pesat sebanyak 1,4 juta investor menjadi 3 juta investor.
"Pertumbuhannya 5,7 kali lipat sejak tahun 2016. Begitu juga yang aktif melakukan transaksi meningkat menjadi 200 ribu investor aktif setiap hari," kata Inarno, di acara CEO Networking (CEON) 2021, Selasa (16/11/2021).
Menurutnya, tahun 2020 menjadi tahun kebangkitan investor ritel. Jumlah kepemilikan investor saham telah mencapai 14 persen artinya sebanyak 3 juta investor ritel memiliki 1.116 triliun saham atau rata-rata Rp368 juta per investor.
"Investor ritel mampu merajai transaksi bursa pada 2021 mencapai 57 persen," bebernya.
Inarno menambahkan, menuju akhir tahun ini, pasar modal Indonesia sudah mulai pulih dan sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH). Pada 22 November lalu, IHSG ditutup di level tertinggi sepanjang masa 6.723,39.
Ia menambahkan, dari sisi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) juga meningkat 45% menjadi Rp 13,4 triliun diikuti oleh frekuensi transaksi yang meningkat 91% menjadi 1,3 juta transaksi dengan volume perdagangan 20 miliar saham perharinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asing Obral Saham Bukalapak Triliunan & Investor Ritel Teriak