
'Kiamat' Batu Bara, Fakta atau Mitos Belaka?

China merupakan negara konsumen sekaligus produsen batu bara terbesar di dunia. Mengacu data Statista, konsumsi batu bara di China mencapai 82,3 hexajoule dan berkontribusi terhadap 50,2% terhadap produksi global.
Maka dari itu, China berperan besar dalam program perubahan iklim dunia dengan mengurangi ketergantungan energi terhadap batu bara. Presiden China, Xi Jinping mengumumkan bahwa China bertujuan untuk mencapai puncak emisi CO2 sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum 2060. IEA memperkirakan emisi CO2 akan meningkat dan mencapai puncaknya sebelum tahun 2030 dan akan berangsur turun.
"Semakin cepat puncak emisi datang, semakin tinggi peluang China untuk mencapai netralitas karbon tepat waktu," kata IEA dalam laporan "Peta Netralitas Emisi Karbon China".
Sumber utama emisi China berasal dari sektor listrik yang menyumbang 48% emisi CO2 dari energi. Selanjutnya sektor industri menyumbang 36% emisi CO2, sektor transportasi menyumbang 8% dan sektor bangunan sebesar 5%.
Target China adalah pengurangan 18% emisi CO2 yang dihasilkan dan pengurangan 13,5% dalam penggunaan energi yang menghasilkan emisi CO2 selama periode 2021-2025.
IEA menilai jika target jangka pendek tersebut dipenuhi, maka emisi CO2 akan terus menurun dari tahun 2030. Emisi tersebut akan turun dengan stabil hingga tahun 2060 seiring dengan penggunaan energi fosil seperti batu bara yang jatuh.
Permintaan batu bara China diprediksi akan turun lebih dari 80% pada tahun 2060. Itu karena penggunaan batu bara untuk tenaga listrik akan digantikan oleh energi hijau.
Pada tahun 2060, kapasitas listrik yang berasal batu bara hanya sebesar 6,4 giga watt (GW) tahun 2060, turun 80% dari tahun 2020 sebesar 30,8 GW.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]