Rupiah Tak "Meledak-ledak" Lagi, tapi Masih Terus Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 December 2021 09:28
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah di pekan lalu mampu mencatat penguatan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) dengan total persentase lebih dari 1%. Penguatan tersebut berlanjut lagi pada perdagangan Senin (27/12), meski tidak "meledak-ledak" seperti pekan lalu.

Di pembukaan perdagangan rupiah menguat hanya 0,07% ke Rp 14.210/US$, melansir data Refinitiv. Berbeda dengan hari Kamis dan Jumat pekan lalu di mana rupiah selalu melesat lebih dari 0,5%, tetapi setelahnya penguatan terus terpangkas.

Pada hari ini, pergerakan rupiah lebih smooth, apresiasi bertambah menjadi 0,14% ke Rp 14.200/US$ pada pukul 9:10 WIB.

Jika berhasil dipertahankan hingga penutupan perdagangan nanti, rupiah akan membukukan penguatan 5 hari beruntun dan menjadi sinyal yang bagus di pekan terakhir 2021 dan tidak menutup kemungkinan hingga tahun depan.


Sebab, Departemen Perdagangan AS pekan lalu melaporkan inflasi PCE di bulan November melesat 5,7% year-on-year (yoy). Inflasi di bulan November tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak Juli 1982.

Sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7%, tertinggi sejak September 1983.

Inflasi PCE merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Dengan inflasi yang semakin tinggi maka The Fed kemungkinan akan semakin agresif menaikkan suku bunga.

Peluang kenaikan sebanyak 3 kali di tahun depan jadi semakin besar. Tetapi rupiah nyatanya masih cukup kuat, yang bisa memberikan gambaran pelaku pasar sudah menakar kenaikan sebanyak 3 kali.

Sentimen pelaku pasar yang membaik masih menopang penguatan rupiah.

3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya.

Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.

Selain studi yang menunjukkan Omicron tidak menyebabkan gejala yang berat, Kamis lalu Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS menyetujui peredaran obat Covid-19 besutan Pfizer. Studi menunjukkan bahwa pil tersebut memiliki efektivitas hingga 89% untuk meringankan gejala Covid sehingga penderita tak perlu mondok di rumah sakit. Pada Kamis, izin serupa diterbitkan bagi Merck.

Sehingga muncul ekspektasi jika Omicron tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian global, sentimen pelaku pasar pun membaik dan mendongkrak kinerja rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular