Omicron Berpeluang Jadi Akhir Pandemi, IHSG Siap Ngegas Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2021 07:15
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021) (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berfluktuasi pada Selasa kemarin, sebelum akhirnya berhasil menguat 0,11% ke 6.554,309.

Peluang berlanjutnya penguatan IHSG cukup besar pada perdagangan Rabu (22/12) jika melihat sentimen pelaku pasar yang cukup bagus, tercermin dari penguatan bursa saham Eropa dan Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa waktu setempat.

Investor di seluruh dunia, baik di Amerika Serikat (AS), Eropa, maupun di Asia Pasifik sendiri kemarin cenderung bersepakat bahwa varian terbaru Covid-19 berjulukan Omicron tersebut tidak akan membanting perekonomian dunia.

Betul bahwa beberapa negara melakukan pengetatan kegiatan ekonomi dan pembatasan sosial (lockdown). Namun, dampaknya diprediksi bakal lebih terukur dan bersifat jangka pendek setelah karakteristik Omicron yang lebih "bersahabat" akhirnya terbukti secara klinis.

Artinya, jika nanti Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengonfirmasi hipotesis bahwa Omicron memang tak memicu komplikasi, maka dalam hitungan hari dan bahkan jam pemerintah dari berbagai negara akan mencabut kembali lockdown.

Dengan melihat pola perkembangan kasus Covid-19 saat ini, Tim Riset CNBC Indonesia menilai Omicron justru berpeluang menjadi penawar yang akan mengakhiri pandemi, dengan skenario serupa yang terjadi pada Spanish Flu pada tahun 1918.

Pandemi berujung tragedi tersebut, yang memakan korban 50 juta orang-sepuluh kali lipat dari tingkat fatalitas di masa pandemi Covid-10, berakhir bukan karena adanya temuan vaksin atau obat untuk melawan virus flu varian H1N1 tersebut.

Sebaliknya, yang terjadi adalah virus tersebut bermutasi menjadi varian yang lebih "ramah" alias kurang mematikan. Dua tahun kemudian, pada 1920, kehidupan masyarakat pun kembali normal.

Secara teknikal, jika melihat grafik harian IHSG masih di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), di kisaran 6.600 hingga 6.610 yang sebelumnya merupakan support kuat.

MA 50 tersebut selalu menahan penurunan IHSG dalam 2 pekan terakhir. Ketika MA 50 ditembus dan tertahan di bawahnya, tekanan IHSG menjadi cukup besar.

jkseGrafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv 

IHSG juga belum lepas dari tekanan pola Shooting Star pada Senin (13/12), yang membuat bursa kebanggaan Tanah Air jeblok sehari setelahnya.

Pola tersebut sebelumnya muncul pada Kamis (25/11), setelahnya IHSG merosot selama beberapa hari.

Pola Shooting Star merupakan sinyal reversal atau berbalik arahnya harga suatu aset.

Support terdekat kini berada di kisaran 6.525. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuat IHSG merosot ke 6.500.

Sementara itu peluang rebound IHSG terlihat dari grafik 1 jam di mana indikator Stochastic masih dekat wilayah jenuh jual (oversold).

jkseGrafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Selama bertahan di atas 6.525, IHSG berpeluang menguat menuju 6.600 hingga 6.610.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular