
Inggris Mau Lockdown Lagi, IHSG Ambles Nyaris 1%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (20/12/2021), di tengah kekhawatiran seputar pemberlakuan pembatasan sosial (lockdown) untuk menangani dampak pandemi.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup merosot 0,83% ke level 6.547,11. Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG sudah dibuka melemah 0,46% ke 6.571,345 dan sepanjang perdagangan hari ini indeks tak mampu menguat ke zona hijau. IHSG pun kembali menyentuh level psikologisnya di 6.500 pada hari ini.
Level tertinggi hariannya hanya pada 6.579,129 yang merupakan level pra-pembukaan (pre-opening), sedangkan level terendahnya berada di level 6.533,52.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks pada hari ini kembali menurun menjadi Rp 11,6 triliun. Sebanyak 167 saham menguat, 390 saham melemah dan 120 lainnya stagnan.
Investor Asing tercatat kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 387 miliar di pasar reguler. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 930 miliar.
Investor asing melakukan penjualan bersih di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 95 miliar. Selain di saham BMRI, asing juga melepas saham PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 27 miliar.
Dari pergerakan sahamnya, saham BMRI ditutup merosot 1,05% ke level harga Rp 7.075/unit. Sedangkan saham ASII berakhir ambles 2,16% ke level harga Rp 5,675/unit.
Sementara pembelian bersih dilakukan asing di saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 40 miliar dan di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 27 miliar.
Saham TLKM ditutup melemah 0,49% ke level harga Rp 4.080/unit, sedangkan saham BBCA berakhir tergelincir 1,67% ke level Rp 7.375/unit.
Tak hanya IHSG saja, bursa saham utama Asia juga terkoreksi parah pada hari ini, di mana indeks Nikkei Jepang menjadi yang paling parah koreksinya pada hari ini, yakni mencapai 2% lebih.
Volatilitas terjadi karena ketidakseragaman arah narasi terkait prospek ekonomi dan bisnis. Di satu sisi, pelaku pasar mendapati fakta bahwa Omicron terbukti tidak memicu gejala yang parah, di sisi lain pemerintah negara maju bersikap reaktif dengan melakukan lockdown.
Terbaru, Walikota London Sadiq Khan mengumumkan status "insiden besar" pada Minggu kemarin, menyusul lonjakan infeksi Covid-19 akibat varian Omicron. Dia mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan lockdown.
"Jika tak memberlakukan pembatasan baru lebih cepat dan malah menunda-nunda, anda akan melihat lebih banyak kasus positif dan berpotensi membuat layanan publik seperti NHS [National Health Service] di jurang keambrukan, jika tidak ambruk saat itu juga," tuturnya kepada BBC, Minggu (19/12/2021).
Omicron merupakan varian virus corona yang paling mudah menular dibandingkan varian lain meski hanya menimbulkan gejala ringan. Di Indonesia, varian tersebut sudah terkonfirmasi pada pekan lalu, dan memicu kekhawatiran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Selain Omicron, volatilitas di pasar keuangan juga dipicu oleh adanya sentimen dari kebijakan pengetatan moneter yang sudah mulai dilakukan beberapa bank sentral seperti bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dan yang paling banyak disorot adalah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed).
Meski Desember identik dengan fenomena reli yang disebut Santa Claus rally, hal tersebut umumnya terjadi pada sepekan terakhir Desember dan pekan pertama Januari. Untuk tahun ini, volume yang tipis menjadi risiko pemberat arah Wall Street di akhir tahun.
Menurut Stock Trader's Almanac, secara historis reli terjadi dalam 5 hari perdagangan terakhir pada Desember dan dua hari pertama Januari. Jika hal tersebut tidak terjadi, maka pasar saham biasanya masuk periode bearish, tertekan setidaknya 10% dari reli tertinggi yang pernah diraih.
"Memasuki dua pekan terakhir tahun ini, kita melihat bahwa volume perdagangan menipis dan volatilitas juga meningkat," tutur Jeff Kleintop, Kepala Perencana Investasi Global Charles Schwab, seperti dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000