
Siapa Sangka! Dari Jualan Susu, Harta Orang Ini Bisa Rp12,8 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Sabana Prawirawidjaja masuk dalam deretan 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes. Hartanya mencapai US$ 900 juta atau Rp 12,8 triliun (asumsi kurs (Rp 14.300/US$) dan berada di posisi 46.
Berdasarkan catatan Forbes yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (20/12/2022), pria berusia 81 tahun ini adalah salah satu pendiri bisnis susu ultrajaya, bersama dengan saudaranya Supiandi.
Bisnis Ultrajaya sebetulnya bermula dari usaha keluarga yang dirintis sejak 1960-an oleh almarhum Achmad Prawirawidjaja.
Sejarah perusahaan yang terekam di laporan keuangan menceritakan, pada awalnya, perseroan hanya memproduksi produk susu yang pengolahannya dilakukan secara sederhana, dan susu pun tak bertahan lama, sehingga banyak terbuang serta tidak efisien.
Tapi pada pertengahan 1970-an, perseroan mulai memperkenalkan teknologi pengolahan secara UHT (Ultra High Temperature) dan teknologi pengemasan dengan kemasan karton aseptik (Aseptic Packaging Material).
Prosesnya begini; susu dipanaskan dengan suhu 140 derajat celcius dalam waktu 3-4 detik. Dengan teknologi pengolahan UHT ini, produk-produk minuman itu menjadi steril karena seluruh bakteri, baik yang menimbulkan penyakit maupun bakteri yang merusak minuman, menjadi terbunuh. Pemrosesan ini bertujuan membuat susu UHT lebih tahan lama meski tidak mengandung pengawet.
Susu murninya dipasok oleh para peternak sapi yang tergabung dalam Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS)-Pangalengan dan koperasi unit desa lainnya, sedangkan daun teh perseroan dipasok oleh PT Perkebunan (PTP).
Tahun 1975, mereka mulai memproduksi secara komersial produk minuman susu cair UHT dengan merek dagang Ultra Milk, lalu pada 1978 memproduksi minuman sari buah UHT dengan merek dagang Buavita, dan minuman teh UHT yakni Teh Kotak pada 1981.
Hingga Desember 2019, perseroan memproduksi lebih dari 60 macam jenis produk minuman UHT.
Pada 1981, perseroan menandatangani perjanjian lisensi dengan Kraft General Food Ltd, AS, untuk memproduksi dan memasarkan produk- produk keju dengan merwk dagang Kraft. Tahun 1994, kerja sama ini ditingkatkan dengan mendirikan perusahaan patungan PT Kraft Ultrajaya Indonesia, yang 30% sahamnya dimiliki oleh perseroan.
Salah satu pencapaian terbaik ialah Juli 1990 saat perseroan melakukan penawaran perdana saham (initial public offering/IPO) kepada masyarakat.
Dalam IPO ini, perseroan melepas sebanyak 6.000.000 saham dengan harga penawaran Rp 7.500/saham. Hingga tahun lalu, Ultrajaya sudah tiga kali melakukan penawaran umum dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau Right Issue, yaitu 1994, 1999, dan 2004.
Perseroan juga dua kali melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) yaitu pada 2000 dengan rasio 1: 5, dan 2017 dengan rasio 1:4.
Selain menitikberatkan pada susu Ultramilk dan Teh Kotak, perseroan juga fokus memproduksi minuman seperti susu cair, sari buah, teh, minuman tradisional dan minuman kesehatan. Penjualannya dilakukan melalui modern trade via minimarket, supermarket, dan hypermarket.
Di Pulau Jawa, mereka menjual produk secara langsung ke pengecer modern, pengecer tradisional dan para pedagang grosir, dengan menggunakan jaringan distribusi dari PT Nikos Distribution Indonesia, entitas anak yang 70% sahamnya dimiliki perseroan.
Di Luar Pulau Jawa, mereka menjual produk melalui kurang lebih 50 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Perusahaan juga melakukan penjualan ekspor ke beberapa negara seperti Australia, Nigeria, Arab Saudi, dan AS. Di Asia, di antaranya ke Brunei Darussalam, Singapura, Korea Selatan, Kamboja, dan China.
Investasi ke bisnis es krim pertama kali dilakukan dengan masuk ke Campina tahun 1994. Masuknya keluarga Prawirawidjaja di Campina kemudian mengubah nama perusahaan Campina menjadi Campina Ice Cream Industry.
Situs perusahaan mencatat bisnis Campina berawal pada 22 Juli 1972, dimulai dari Darmo Hadipranoto beserta istri, saat membuat es krim Campina di garasi rumahnya di Jalan Gembong Sawah, Surabaya. Saat itu nama perusahaan bernama CV Pranoto.
Campina pun ikut masuk pasar modal dengan melakukan IPO pada 19 Desember 2017 dengan kode saham CAMP.
Campina mencatatkan 5,88 miliar saham yang terdiri dari saham pendiri sebanyak 5 miliar dan 885 juta saham IPO. Harga IPO sebesar Rp 330/saham sehingga CAMP mengantongi dana segar sebesar Rp 292,05 miliar.
Perseroan sebetulnya cukup inovatif dengan menciptakan beberapa produk di luar susu dan laku keras. Itu pula yang membuat perusahaan konsumer asal Belanda, Unilever, via PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) kepincut.
Pada 2008, Ultrajaya pun menjual merek dagang Buavita dan Go-Go kepada Unilever Indonesia, dan mengadakan Perjanjian Produksi (Manufacturing Agreement) untuk memproduksi dan mengemas minuman UHT dengan merk dagang Buavita dan Go-Go.
"Pada Januari 2008, kami menyelesaikan akuisisi brand Buavita dari UltraJaya senilai Rp 440 miliar, sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai," tulis manajemen Unilever, dikutip dari laporan keuangan Desember 2008.
"Semua brand-brand unggulan dalam portofolio Foods telah memberikan kontribusi bagi kesuksesan pada tahun 2008, di mana Blue Band, Royco, Sariwangi, dan Bango menunjukkan kinerja sangat bagus."
"Untuk mendukung misi brand Unilever guna menambah vitalitas bagi kehidupan, divisi Customer Development memastikan bahwa produk-produk vitalitas baru, seperti Buavita dan Cone serta Stick Moo, cepat tersedia dan terlihat di hadapan para pelanggan dan pembeli," tulis Unilever.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kenalkan! Ini 3 Wanita Terkaya di Indonesia