Pasien Omicron RI Sudah Negatif, Rupiah Bisa Kuat Lagi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah gagal mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin setelah virus corona dilaporkan sudah masuk ke Indonesia. Rupiah yang sebelumnya menguat langsung berbalik melemah, dan mengakhiri perdagangan di zona merah. Meski pelemahannya tipis saja, 0,07% ke Rp 14.340/US$.
Omicron merupakan varian virus corona yang paling mudah menular dibandingkan varian lainnya. Meski dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan, tetapi jika penyebarannya semakin meluas dikhawatirkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali diperketat, dan membuat perekonomian kembali melambat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pasien positif Covid-19 varian Omicron ini merupakan pekerja kebersihan di Wisma Atlet, Jakarta.
"Pada 10 Desember diterima ada 3 pekerja pembersih Wisma Atlet PCR, terkonfirmasi positif omicron 1 orang," terang Budi.
Budi menambahkan ketiga orang ini tanpa gejala. Tidak ada demam. Ketiganya di karantina di Wisma Atlet tanpa gejala. Sudah diambil PCR-nya sudah negatif," terangnya.
Selain itu ada kabar baik, studi terbaru yang dilakukan Sinovac BioTech menemukan suntikan ketiga (booster) vaksin perusahaan dapat menghasilkan lebih dari dua kali lipat tingkat antibodi penetralisir guna melawan Covid-19 varian Omicron.
Sinovac melakukan penelitian ini dengan melibatkan 20 orang yang sudah divaksin penuh (dua dosis) CoronaVac (vaksin Covid-19 buatan Sinovac) dan 48 orang lainnya yang menerima tiga dosis vaksin.
Selain itu, jebloknya indeks dolar AS berpeluang membuat rupiah menguat pada perdagangan Jumat (17/12). Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut kemarin merosot 0,54% ke 95,994 sehari setelah bank sentral AS (The Fed) memutuskan mempercepat tapering dan memberikan proyeksi kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.
Secara teknikal, rupiah masih bertahan di bawah rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200) di kisaran Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.350/US$.
Rupiah juga kini berada di support kuat di kisaran Rp 14.330/US$ yang merupakan Neckline pola Inverse Head and Shoulders. Pola tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, karena merupakan sinyal kenaikan suatu aset, dalam hal ini USD/IDR.
Puncak bawah Inverse Head and Shoulders berada di Rp 14.020/US$ sementara Neckline berada di kisaran Rp 14.330/US$. Artinya ada jarak sebesar 290 poin.
Ketika Neckline ditembus (break out), maka rupiah berisiko melemah sebesar jarak tersebut. Artinya, selama rupiah tertahan di atas Rp 14.330/US$, ada risiko melemah 290 poin ke Rp 14.620/US$.
Rupiah bisa lepas dari pola ini dan berbalik menguat di Desember jika mampu kembali ke bawah Rp 14.330/US$, dan bertahan di bawahnya. Untuk hari ini, jika mampu menembus level tersebut rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.300/US$.
Peluang penguatan rupiah terbuka cukup lebar melihat indikator Stochastic yang bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.350/US$ jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.370/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 14.400/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)