
BI Selalu Jaga Stabilitas, Rupiah Melemah Tipis di "Dua Alam"

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) di "dua alam", kurs tengah Bank Indonesia (BI) dan pasar spot. Pelemahan di pasar spot baru terjadi sejak tengah hari, setelah virus corona dilaporkan sudah masuk ke Indonesia.
Sementara di awal perdagangan rupiah sempat menguat hingga 0,14%, sebab sentimen pelaku pasar yang membaik merespon pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang sesuai dengan prediksi.
Di penutupan perdagangan, rupiah berakhir di Rp 14.340/US$, melemah 0,07% di pasar spot. Dengan pelemahan tersebut, rupiah menjadi salah satu mata uang terburuk Asia hari ini.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:27 WIB.
![]() |
Sementara itu di kurs tengah BI, atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 0,04% ke Rp 14.343/US$.
Bank Indonesia (BI) hari ini menyelesaikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Desember 2021. Hasilnya, seperti dugaan, suku bunga acuan dipertahankan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Gubernur Perry Warjiyo saat membacakan hasil keputusan rapat, Kamis (16/12/2021).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan MH Thamrin tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5%. Dari 10 institusi yang terlibat, semuanya sepakat bulat.
BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah berada di 3,5% sejak Februari 2021. Suku bunga acuan 3,5% adalah yang terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Bank Indonesia juga memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian Indonesia.
Di tahun ini BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,2% hingga 4,4%, sementara tahun depan bisa di atas 5%.
"BI perkirakan pertumbuhan ekonomi domestik 2022 tumbuh menjadi 4,7% sampai 5,5%," imbuhnya.
Sementara itu merespon kebijakan outlook kebijakan moneter The Fed, BI memprediksi hanya akan ada satu kenaikan, berbeda dengan Fed dot plot tiga kali kenaikan.
BI melihat The Fed baru akan menaikkan suku bunga di kuartal III atau IV-2022.
BI juga melihat dampak dari normaslisasi kebijakan The Fed, yakni pada arus investasi portoflio global ke emerging market termasuk Indonesia yang akan mempengaruhi pergerakan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.
Selain itu pergerakan obligasi AS (Treasury) juga menjadi perhatian dan pertimbangan dalam menyesuaikan yield SBN serta nilai tukar rupiah. Hal itu akan menjadi dasar BI menerapkan kebijakan moneter.
"BI meyakinkan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah adalah terpenting bagi ekonomi Indonesia. Penyesuaian-penyesuaian nilai tukar rupiah dan atau yield SNB tentu diberikan ruang, tapi penyesuaian sejalan dengan mekanisme pasar, dengan harapan arus portofolio SBN berlanjut dan menjaga stabiltas rupiah," kata Perry
Perry menambahkan BI tidak segan mengambil langkah yang diperlukan agar rupiah tetap stabil dan mendukung perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Menari-nari Saat Ada Isu Tak Sedap dari AS & China
