
"Monster" Taper Tantrum Sukses Dikekang, Rupiah Siap Melesat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.330/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Di awal perdagangan, rupiah sempat menguat 0,03% di Rp 14.325/US$, sebelum berbalik melemah 0,07% ke Rp 14.340/US$.
Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak dalam rentang sempit tersebut, yang menjadi indikasi pelaku pasar menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Kabar baiknya, rupiah berpeluang menguat pada perdagangan Kamis (16/12) sebab pengumuman kebijakan moneter The Fed dini hari tadi tidak memicu gejolak di pasar finansial global yang disebut taper tantrum.
Dalam pengumuman tersebut, kebijakan yang diambil Ketua The Fed, Jerome Powell, beserta kolega semuanya sesuai prediksi pelaku pasar global. Tidak ada kejutan, The Fed memang secara agresif mempercepat normalisasi kebijakan moneternya, tetapi semuanya sudah ditakar.
Tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) diperbesar menjadi US$ 30 miliar setiap bulannya dari saat ini US$ 15 miliar. QE The Fed saat ini nilainya US$ 90 miliar sehingga mulai bulan Januari QE The Fed nilainya sebesar US$ 60 miliar, dan terus dikurangi setiap bulannya, hingga berakhir di bulan Maret.
Percepatan tapering tersebut persis dengan prediksi pelaku pasar, sehingga tidak ada kejutan.
Kemudian untuk suku bunga, dilihat dari Dot Plot anggota Federal Open Market Committee (FOMC), akan ada tiga kali kenaikan suku bunga di tahun depan. Lagi-lagi sesuai dengan perkiraan pelaku pasar, yang tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Pasca pengumuman tersebut, yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun mengalami kenaikan 0,17 basis poin menjadi 1,4582%. Kenaikan tersebut terbilang biasa saja, tidak ada lonjakan yield Treasury yang bisa memicu taper tantrum seperti di tahun 2013.
Selain itu, indeks dolar AS bukannya menguat malah turun 0,23% pada perdagangan Rabu.
Melihat pergerakan tersebut, pasar finansial Indonesia sepertinya akan aman dari gejolak seperti di tahun 2013. Saat itu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mulai mengumumkan tapering pada pertengahan tahun, dan baru dieksekusi pada bulan Desember. QE The Fed saat itu akhirnya resmi berakhir pada pada Oktober 2014.
Setelahnya, muncul spekulasi kenaikan suku bunga The Fed di pasar finansial hingga di tahun 2015.
Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
Hal tersebut tentunya berbeda kali ini, komunikasi yang baik dari The Fed membuat "monster" taper tantrum sukses dikekang. Respon pasar menjadi positif, dan rupiah berpeluang menguat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal
Secara teknikal, rupiah masih bertahan di bawah rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200) di kisaran Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.350/US$.
Rupiah juga kini berada di support kuat di kisaran Rp 14.330/US$ yang merupakan Neckline pola Inverse Head and Shoulders. Pola tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, karena merupakan sinyal kenaikan suatu aset, dalam hal ini USD/IDR..
Puncak bawah Inverse Head and Shoulders berada di Rp 14.020/US$ sementara Neckline berada di kisaran Rp 14.330/US$. Artinya ada jarak sebesar 290 poin.
Ketika Neckline ditembus (break out), maka rupiah berisiko melemah sebesar jarak tersebut. Artinya, selama rupiah tertahan di atas Rp 14.330/US$, ada risiko melemah 290 poin ke Rp 14.620/US$.
![]() Foto: Refinitiv |
Rupiah bisa lepas dari pola ini dan berbalik menguat di Desember jika mampu kembali ke bawah Rp 14.330/US$, dan bertahan di bawahnya. Untuk hari ini, jika mampu menembus level tersebut rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.250/US$.
Peluang penguatan rupiah terbuka cukup lebar melihat indikator Stochastic yang bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.370/US$ jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 14.435/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
