
Omicron Jadi Pemicu Kejatuhan Harga Bitcoin Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Bitcoin, Ethereum, dan kripto berkapitalisasi pasar besar (big cap) kembali terkoreksi pada perdagangan Selasa (14/12/2021) pagi hari waktu Indonesia, karena investor kembali khawatir terhadap potensi dipercepatnya tapering dan perkembangan terbaru dari virus corona (Covid-19) varian Omicron.
Berdasarkan data dari CoinMarketCap pukul 09:20 WIB, hanya koin digital stablecoin seperti Tether dan USD Coin yang diperdagangkan di zona hijau pada pagi hari ini.
Sedangkan sisanya terpantau terkoreksi pada pagi hari ini. Bitcoin terkoreksi 3,75% ke level harga US$ 47.018,82/koin atau setara dengan Rp 672.369.126/koin (asumsi kurs hari ini Rp 14.300/US$).
Ethereum ambles 4,86% ke level US$ 3.795,58/koin atau Rp 54.276.794/koin, solana ambruk 6,99% ke US$ 157,04/koin (Rp 2.245.672/koin), dan dogecoin yang kembali ke jajaran 10 besar kripto big cap terpangkas 4,08% ke US$ 0,1578/koin (Rp 2.257/koin).
Berikut pergerakan 10 kripto besar berdasarkan kapitalisasi pasarnya pada hari ini.
![]() |
Bitcoin dan kripto big cap lainnya kembali terkoreksi pada pagi hari ini karena investor kembali khawatir dari potensi keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang cenderung hawkish untuk memerangi inflasi yang kembali memanas.
Sebelumnya pada Jumat (10/12/2021) pekan lalu, inflasi AS dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) dilaporkan melonjak 6,8% secara tahunan pada November 2021 dan menjadi lonjakan terbesar sejak 1982. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonom dalam survei Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 6,7%.
Sejatinya, kenaikan inflasi menjadi katalis positif bagi Bitcoin karena koin digital dengan kapitalisasi pasar paling besar tersebut dapat dijadikan sebagai aset lindung nilai (hedging) dari inflasi.
Tetapi, investor cenderung melepasnya karena ada potensi dipercepatnya program pengurangan pembelian obligasi atau tapering oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Pasar kripto cenderung mengikuti pasar aset berisiko lainnya seperti saham yang juga terkoreksi jelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed yang dilaksanakan selama dua hari, yakni dari Selasa (14/12/2021) hari ini hingga Rabu (15/12/2021) waktu AS.
Dalam rapat FOMC kali ini, para pembuat kebijakan diperkirakan akan membahas percepatan dari program pengurangan pembelian obligasi atau tapering.
Ketua The Fed, Jerome Powell, beserta koleganya baru-baru ini menyarankan bank sentral dapat mengakhiri program pembelian obligasi bulanan senilai US$ 120 miliar lebih cepat dari jadwal saat ini, yakni Juni 2022.
Mempercepat batas waktu untuk tapering juga dapat memajukan kebijakan bank sentral untuk menaikan suku bunga acuan.
Tren suku bunga rendah telah membuat pasar saham dan kripto meroket pada tahun ini. Kenaikan suku bunga menandakan bahwa tren suku bunga rendah telah berakhir.
Selain karena adanya potensi dipercepatnya tapering dan sikap The Fed yang cenderung hawkish, investor di kripto juga cenderung merespons negatif dari kabar terbaru seputar virus corona (Covid-19) varian Omicron.
Senin (13/12/2021) kemarin, pemerintah Inggris mencatat ada satu pasien Covid-19 yang terinfeksi varian Omicron dan dilaporkan meninggal dunia. Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson.
"Sayangnya ya, Omicron menyebabkan rawat inap dan sayangnya lagi ada satu pasien telah dipastikan meninggal akibat terinfeksi varian tersebut," kata Johnson kepada wartawan dalam kunjungan ke klinik vaksinasi dekat Paddington, London, menurut Sky News.
Selain dari Inggris, kabar negatif juga datang dari China, di mana pemerintah setempat melaporkan kasus pertama Covid-19 varian Omicron di negaranya pada Senin kemarin, seperti yang dilaporkan oleh Reuters dan media lokal setempat.
Infeksi Omicron pertama di Negeri Panda tersebut terindikasi dari imported case, yakni dari wisatawan asing yang tiba di kota Tianjin dari luar negeri pada 9 Desember lalu. Saat ini, pasien tersebut sedang dirawat dan diisolasi di rumah sakit setempat.
Di lain sisi, Universitas Oxford menerbitkan hasil penelitiannya pada Senin kemarin, yang menunjukkan bahwa dua dosis vaksin Oxford-AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech Covid-19 secara substansial kurang efektif dalam menangkal Omicron dibandingkan dengan varian Covid19 sebelumnya.
Hasil penelitian Universitas Oxford tersebut mencatat bahwa beberapa penerima vaksin "gagal menetralisir" virus sama sekali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libur Tahun Baru Imlek 2023, Apa Kabar Harga Bitcoin Cs?